Sabtu, 16 Februari 2013

Perkembangan Peserta Didik


PERKEMBANGAN MORAL
Di SD MUHAMMADIYAH 1 PONOROGO.
Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Perkembangan Peserta Didik”.

Logo Stain ponorogo.jpg















Dosen Pengampu: Elfi
Oleh kelompok 6 :
1.      M.Sulton Ramadhani               ( 21061079  )            
2.      Akhmad Solikhin                     ( 21061105  )
3.      Heppy Nur A.                           ( 21061075  )
4.      Meinar Anjarsari                       (  21061073  )

SEKOLAH TINGGI AGAM ISLAM NEGERI
STAIN ( PONOROGO )
JL. PRAMUKA NO. 156 TELP. 0352-481277 FAX O352-461893

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Dewasa ini perkembangan moral pada tingkat pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI) sangatlah penting. Penanaman moral harus dilakukan sejak dini, agar anak tidak mengalami dekadensi moral.



B.     Rumusan masalah
1.Apa pengertian perkembangan moral?
2. Bagaimana tahap – tahap perkembangan moral ?
3. Apa faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan moral ?
4. Bagaimana upaya mengoptimalkan perkembangan moral ?








BAB II
PEMBAHASAN
A.Landasan Teori.
            Perkembangan peserta didik merupakan fase penting dari sekian tahapan perkembangan ( siklus ) kehidupan manusia. Keberhasilan perkembangan pada masa ini memberikan kontribusi yang sangat berharga untuk perkembangan berikutnya. Tidak hanya aspek intelektual saja yang mengalami perkembangan penting, melainkan juga aspek social, emosional, fisik, motorik, rohani, moral, dan lainnya. Untuk mencapai perkembangan yang optimal pula[1].
            Dan makalah ini akan berusaha untuk mengelupas tentang perkembangan moral pada peserta didik khususnya di Madrasah Ibtidaiyah ( MI ). Sebelum membahas lebih jauh lagi, kita cermati tentang, firman Allah dalam Q.S Al-Israa’( Bani Israil )  ayat 23-24 ( 17:23- 24):
“Wahai Muhammad, Tuhanmu telah menetapkan: “ Janganlah kamu menyembah kecuali hanya kepada Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak kamu. Jika ibu bapak kamu, salah satu atau keduanya, berusia lanjut dalam pemeliharaan mu, janganlah kamu berkata ‘ah’ kepada mereka, dan janganlah membentak mereka. Akan tetapi katakanlah kepada mereka perkataan yang menyenangkan mereka.[2]  
 “ Tundukkanlah dirimu kepada ibu bapakmu dengan sikap rendah hati lantaran rasa kasih sayang, dan berdo’alah. “ Wahai Tuhanku, kasih sayangilah ibu bapakku sebagaimana mereka telah memeliharaku dengan kasih sayang sewaktu aku masih kecil”[3]
Kami sebagai pemakalah, merasa cukup jelas akan pentingnya moral dalam kehidupan sehari-hari. Di mana dalam kedua  ayat tersebut sudah di cantumkan kalimat tentang bagaimana kita bersikap pada orang tua, kedua ayat tersebut kami rasa sudah mengandung pesan moral juga bagi kita umat manusia. Karena akir- akir ini sudah terjadi sebuah disintegrasi moral/ moral yang sudah mulai hilang.
 Dengan kedua ayat ini semoga bisa mengingatkan kepada kita semua, terutama pada pemakalah dalam bersikap lebih bijaksana dalam menghadapi disintegrasi moral. Dan bisa mewujudkan sebuah akhlak mulia[4], dan untuk meminimalisir kenakalan remaja.
Pada makalah ini akan di bahas:
1.      Pengertian perkembangan moral.
2.      Tahap- tahap perkembangan moral.anak.
3.      Faktor- factor yang mempengaruhi perkembangan moral anak.
4.      Upaya optimalisasi perkembangan moral anak.
Pasangan Gluecks dari Universitas Havard menyatakan menyatakan temuannya bahwa kenakalan remaja bukanlah fenomena baru dari masa remaja melainkan suatu lanjutan dari pola asocial fari masa kanak- kanak. Selanjutnya ia menyatakan bahwa sudah semenjak anak usia 2 atau 3 tahun ada kemungkinan mengenali anak yang kelak akan menjadi remaja yang nakal. Pengenalan kareteristik dan factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral sangat berguna dalam memotong matarantai antara perilaku asocial masa kanak-kanak dan yang akan terjadi pada masa remaja[5]
B.Pengertian Perkembangan Moral.
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos, sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
`‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk[6].
Bloom ( Wolfolk dan Nicolich, 1984:390 ) mengemukakan bahwa tujuan akhir dari proses belajar dikelompokkan menjadi tiga yaitu: penguasaan pengetahuan ( kognitif ), penguasaan nilai dan sikap ( afektif ), dan penguasaan psikomotorik. Masa bayi masih belum mempersoalkan masalah moral dan motorik. Karena di dalam masa bayi masih belum di kenal dengan hierarki dan suara hati.  Perilakunya belum di bimbing oleh norma-norma moral. Pada masa anak- anak telah terjadi perkembangan moral yang relatif rendah                 ( terbatas). Anak belum menguasai nilai-nilai abstrak yang berkaitan dengan benar-salah dan baik-buruk. Hal ini di sebabkan oleh pengaruh perkembangan intelek yang masih terbatas. Anak belum mengetahui manfaat suatu ketentuan atau peraturan dan belum memeiliki dorongan untuk mengerti peraturan-peraturan dalam kehidupan.
Semakin tumbuh dan berkembang fisikdan psikisnya, anak mulai di kenalkan terhadap nilai-nilai, di tunjukkan hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh, yang harus di lakukan dan yang dilarang. Menurut Piaget, pada awalnya pengenalan nilai dan perilaku serta tindakkan itu masih “bersifat paksaan”, dan anak belum mengetahui maknanya. Namun sejalan dengan perkembangan inteleknya, berangsur-angsur anak mengikuti berbagai ketentuan yang berlaku dalam keluarga, semakin lama semakin meluas dan akan sampai pada ketentuan yang berlaku dalam masyarakat dan Negara.
Moral berasal dari kata latin yaitu mores yang berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral adalah perilaku yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat tertentu, atau pola perilaku yang di harapkan dari seluruh anggota masyarakat. Sedangkan arti dari perilaku tak bermoral adalah perilaku yang tidak sesuai dengan harapan social yang disebabkan dengan ketidaksetujuan dengan standar social atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri.  Dan perilaku amoral atau nonmoral adalah perilaku yang tidak sesuai dengan harapan social akan tetapi hal itu lebih disebabkian oleh ketidakacuhan terhadap harapan social dari pada pelanggaran sengaja terhadap standar kelompok. Beberapa perilaku anak kecil lebih bersifat amoral dari pada tak bermoral[7].
Kohlberg melalui karya- karyanya dalam bidang filsafat moral, psikologi perkembangan, dan penelitian pendidikan, memberikan kepada pendidik suatu pengembangan pendidikan nilai pada ranah moral. Jika di klarifikasi nilai berkaitan dengan pendefinisian nilai-nilai, Kohlberg ingin mendefinisikan prespektif moral yang mendukung nilai- nilai tersebut. Klarifikasi nilai mencoba membuat murid-murid menyadari nilai-nilai yang mereka yakini dan nilai- nilai yang di yakini oeh orang lain. Kohlberg[8] mencoba meningkatkan kesadaran penalaran moral. Kalrifikasi nilai mengembangkan interaksi murid- guru sebagai cara untuk menganalisis nilai, Kohlberg menekankan pada interaksi untuk pengembangan penalaran moral ( Reimer, Paolitto, dan Hersh, 1983:12)[9]
Kami sebagai penulis juga mau memberikan pendapat tentang pengertian perkembangan moral ini. Menurut kami perkembangan moral adalah rentetan perubahan perilaku yang terjadi pada anak secara signifikan, berurutan sesuai dengan perkembangan pertumbuhan  fisik dan psikis, menuju kearah kesesuaian tata cara, adat, pola tingkah laku,  yang berlaku dalam masyarakat untuk mencapai keharmonisan, dan penerimaan diri/ adaptasi dalam masyarakat.



C.Tahap-Tahap Perkembangan Moral.
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang di ungkapkan Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut di buat saat ia belajar psikologi di University Chicago, berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget, dan kekegumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral. Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa yang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.
Teori  ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis mempunyai enam tahapan perkembangan moral yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya[10].
Teori mengenai perkembangan moral secara formal disebut cognitive-developmental theory of moralization, yang berakar pada karya Piaget. Asumsi utama Piaget adalah bahwa kognisi ( pikiran ) dan afek (perasaan) berkembang secara parallel dan keputusan moral merupakan proses perkembangan kognisi secara alami. Sebaliknya kebanyakkan ahli psikologi pada masa itu berasumsi bahwa pikiran moral lebih merupakan proses psikologi dan social. Beberapa dari mereka berasumsi bahwa moralitas merupakan hasil dari pendidkan perasaan pada usia dini dan sedikit sekali dan sedikit sekali hubungannya dengan proses berpikir rasional. Mreka percaya bahwa untuk memahami moralitas, seseorang harus mempelajari proses sosialisasi yang dipelajari anak-anak dengan mematuhi aturan dan norma rakyat.
Asumsi yang kedua mengarah pada pandangan relativis bahwa moralitas bergantung pada norma-norma dalam masyarakat tertentu. Hal ini di tolak oleh kelompok yang pertama, yang berpendapat bahwa validitas prinsip-prinsip moral harus tidak terbatas untuk masyarakat tertentu. Prinsip-prinsip moral tidak di pelajari pada masa kanak-kanak tetapi merupakan hasil keputusan moral.  ( Reimer, Paolitto, dan Hersh, 1983:43 ).[11]
Menurut Kohlberg ( dalam Sunarto dan B. Agung Hartono serta Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih,2002), ada tingkatperkiembangan moral. Masing-masing tingkat terdiri atas dua tahap, sehingga keseluruhannya ada enam tahapan ( stadium ) yang berkembang secara bertingkat dengan urutan tetap.
1.Tingkat 1 (Pra-Konvensional) anak usia 4-10 tahun :
A. Orientasi kepatuhan dan hukuman:
Anak menganggap baik atau buruk sesuatu atas dasar akibat yang di timbulkannya. Anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan di tentukan oleh kekuasaan yang tidak bisa di ganggu gugat. Ia harus menurut atau kalau tidak, akan memperoleh hukuman.

B.Orientasi minat pribadi ( Apa untungnya buat saya?)     :
            Pada stadium ke 2 ini berlaku prinsip Relavistik-hendonism. Pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau di tentukan orang lain, tetapi mereka sadar setiap kejadian mempunyai beberapa segi. Jadi, ada relativisme, yakni bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan seseorang (hedonistic). Misalnya anak mencuri ayam karena kelaparan. Karena perbuatan”mencuri” untuk memenuhi kebutuhannya (lapar) maka mencuri di anggap sebagai perbuatan yang bermoral, meskipun perbuatan mencuri itu sendiri di ketahui sebagai perbuatan yang salah karena akibatnya, yaitu hukuman [12]
            Tahap ini menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap ini  kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu. Dalam tahap ini perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap ini, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.[13]
2.Tingkat 2 (Konvensional), usia anak 10-13 tahun.

C. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas ( Sikap anak baik):
Pada stadium ini menyangkut orientasi anak yang baik. Anak akan memperlihatkan orientasi perbuatan –perbuatan yang dapat di nilai baik atau tidak baik oleh orang lain. Masyarakat adalah sumber yang menentukan, apakah perbuatan seseorang baik atau tidak. Menjadi anak manis masih sangat penting pada stadium ini.

D.Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial ( Moralitas hukum dan aturan).
Adalah tahap mempertahankan norma-norma social dan otoritas. Pada tahap ini perbuatan baik yang di perlihatkan seseorang tidak hanya agar dapat di terima oleh lingkungan masyarakatnya, melainkan juga bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan- aturan atau norma-norma social.
3.Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)

E. Orientasi kontrak social
Merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan social. Dan pada stadium ini ada hubungan timbak-balik antara dirinya dengan lingkungan social.

F.Prinsip etika universal ( Principled conscience)
Pada tahap  ini ada norma etik di samping norma pribad dan subjerktif. Dalam hubungan antara dan perjaniian antara seseorang dengan masyarakatnya ada unsure-unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak baik. Subjektivisame ini berarti ada perbedaan nilai penilaian antara seorang dengan orang lain.

Menurut Piaget perkembangan moral terklarifikasi atas dua tahapan:
1.Tahap Realisme Moral atau moralotas oleh pembatasan.
Pada tahap pertama, perilaku anak di tentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menggangap orang tua dan semua orang dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan anak mengikuti peraturan yang di berikan oleh mereka tanpa mempertanyakan kebenarannya. Dalam tahap perkembangan moral ini, anak menilai tindakan sebagai “benar” atau “salah” atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi di belakangnya. Mereka sama sekali mengabaikan tujuan tersebut.

1)      Tahap moralitas otonomi atau moraliatas oleh kerja sama atau hubungan timbal balik.
Pada tahap tersebut, anak menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Anak mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaiatan dengan suatu pelanggaran moral. Misalnya : anak usia 5 tahun berbohong selalu ”buruk”, tetapi anak yang lebih besar menyadari bahwa bohong itu di perbolehkan dalam keadaan tertentu, dan karenanya tidak selalu “buruk”[14]. 
Menurut kami perkembangan moral itu berjalannya bertahap, seperti apa yang di katakana oleh Kohlberg yang mencakup pra-konvetional, konvetional dan pasca konvetional. Dari bayi, anak, kemudian dewasa. Seperti pada pertumbuhan yang berlangsung secara bertahap: nutfah, segumpal darah, segumpal daging, bayi, dewasa. Menurut kami tahapan perkembangan tidak jauh beda dengan pertumbuhan secara bertahap.

D.Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Moral.

Berdasarkan sejumlah hasil penelitian, perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang di anggapnya sebagai model. Bagi anak usia 12 dan 16 tahun, gambaran-gambaran ideal yang di identifikasi adalah orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-orang terkenal, dan hal-hal yang ideal yang di ciptakan sendiri.
              Bagi para ahli psikoanalisis, perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organik biologis. Menurut psikoanalisis, moral dan nilai menyatu dalam konsep superego yang dibentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar (khususnya orang tua) sedemikian rupa, sehingga akhirnya terpencar dari dalam diri sendiri.
Teori-teori lain yang non psikoanalisi beranggapan bahwa hubungan anak-orang tua bukan satu-satunya sarana pembentukan moral. Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral.[15]
Dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup terterntu, banyak factor yang mempengaruhi perkembangan moral peserta didik, diantaranya yaitu:
1.      Faktor Internal
Sjarkawi ( 2006 : 19 ) menyatakan bahwa faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri dan biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Jadi apabila sifat bawaan sejak anak dilahirkan baik maka akan sulit menerima hal – hal buruk yang berlawanan.
2.      Faktor Eksternal
Sjarkawi ( 2006 : 19 ) menyatakan bahwa faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Menurutnya Faktor ekternal ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai dari lingkungan terkecilnya yaitu keluarga, teman, tetangga, sampai dengan pengaruh dari berbagai media audiovisual seperti TV dan VCD atau dunia maya atau internet , alat komunikasi serta media cetak seperti koran, majalah, dan lain sebagainya
3.      Lingkungan Keluarga.
Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang sangat berpengaruh pada perkembangan anak, karena keluaraga adalah lingkungan yang pertama kali di kenal oleh anak. Pembentukan moral sangat di pengaruhi oleh bagaimana orang tua mendidik mereka. Anak yang terlahir di lingkungan harmonis, damai baik dari jasmani maupun batin, tentunya akan mengkondisikan anaknya terdidik secara baik pula. Begitu juga sebaliknya apabila orang tua mengkondisikan suasana penekanan, keras maka sang anak tidak bisa sulit mengembangkan emosi mereka.
4.      Lingkungan Masyarakat.
Lingkungan masyarakat, hal ini bersesuaian dengan anak usia 7-12 tahun yaitu adalah teman sebayanya, namun ada juag anak yang tidak bisa berkolerasi dengan teman sebayanya sehingga anak ini bergaul dengan orang yang sudah dewasa. Hal ini tentunya  akan mengakibatakan kesenjangan pemikiran anak usia 7-12 taun dengan anak yang umurnya terlampau jauh. Sehingga apabila para orang dewasa ini memebawa ajaran yang negative maka anak terpengaruhi dan mengakibatkan pemikiran yang sudah dewasa belum pada waktunya, dalam hal yang negative. Tentunya ini akan merugikan anak yang berusia 7-12 taun, sebab mereka akan kehilangan masa kanak-kanaknya.
5.      Dunia maya atau internet
Saat ini dunia maya telah dikenal oleh hampir semua kalangan masyarakat baik orang tua, dewasa bahkan hingga anak – anak. Sehingga saat ini para anak pun sudah taka sing lagi dengan istilah game online. Namun kecanggihan teknologi tersebut membawa pengaruh negative tersendiri terhadap anak, selain anak menjadi malas dalam belajar, game online tersebut merusak moral anak karena objek – objek yang ada bahkan hingga permainannya mengandung unsur – unsur kekerasan, pornografi dan perjudian. Tidak jarang anak – anak yang menghalalkan segala cara untuk dapat bermain game online dari berbohong pada orang tua hingga bolos sekolah. Tentu hal ini membawa pengaruh buruk terhadap moral anak.
6.      Media Komunikasi
Terdapat lagi kecanggihan teknologi masa kini yang telah terjangkau sampai anak – anak yaitu telepon genggam atau HP. Selain membawa pengaruh positif dalam bidang komunikasi, HP juga membawa dampak buruk khusunya kepada anak – anak. Karena HP semua mobilitas seakan berjalan keluar masuk tanpa hambatan sehingga banyak sekali akses hal – hal negative di dunia komunikasi saat ini. Hal – hal ini apabila sampai pada fikiran anak maka akan membawa pengaruh buruk terhadap perkembangan moralnya. Namun pada realitanya seperti saat sekarang ini banyak anak usia sekolah dasar yang memiliki HP dan telah mengakses gambar dan video porno, hal ini tentu memprihatinkan.
7.      Media Massa.
Media masa juga berperan dalam mempengaruhi pembentukan moral anak, contohnya saja televisi yang tidak jarang menampilkan adegan – adegan yang mengandung unsur pornografi, sehingga membuat anak – anak berkeinginan untuk mengaplikasikannya sendiri, tentu hal ini sangat membahayakan bagi perkembangan moral anak[16].

E. Upaya Optimalisasi Perkembangan Moral
           
Hurlock mengemukakan ada empat pokok utama yang perlu dipelajari oleh anak dalam mengoptimalkan perkembangan moralnya, yaitu :
1.      Mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum. Harapan tersebut terperinci dalam bentuk hukum, kebiasaan dan peraturan. Tindakan tertentu yang dianggap “benar” atau “salah” karena tindakan itu menunjang, atau dianggap tidak menunjang, atau menghalangi kesejahteraan anggota kelompok. Kebiasaan yang paling penting dibakukan menjadi peraturan hukum dengan hukuman tertentu bagi yang melanggarnya. Yang lainnya, bertahan sebagai kebiasaan tanpa hukuman tertentu bagi yang melanggarnya.
2.      Pengambangan hati nuranni  sebagai kendali internal bagi perliaku individu. Hati nurani merupakan tanggapan terkondisikan terhadap kecemasan mengenai beberapa situasi dan tindakan tertentu, yang telah dikembangkan dengan mengasosiasikan tindakan agresif dengan hukum.
3.      Pengembangan perasaan bersalah dan rasa malu. Setelah mengembangkan hati nurani, hati nurani mereka dibawa dan digunakan sebagai pedoman perilaku. Rasa bersalah adalah sejenis evaluasi diri, khusus terjadi bila seorang individu mengakui perilakunya berbeda dengan nilai moral yang dirasakannya wajib untuk dipenuhi. Rasa malu adalah reaksi emosional yang tidak.
4.      Mempunyai kesempatan melakukan interaksi dengan anggota kelompok social. Interaksi social memegang peranan penting dalam perkembangan moral. Tanpa interaksi dengan orang lain, anak tidak akan mengetahui perilaku yang di setujui secara social, maupun memiliki sumber motivasi yang mendorongnya untuk tidak berbuat sesuka hati.[17]
5.      Latihan dan Pembiasaan, menurut Robert Coles (Wantah, 2005) latihan dan pembiasaan merupakan strategi penting dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini. Sikap orang tua dapat dijadikan latihan dan pembiasaan bagi anak. Sejak kecil orang tua selalu merawat, memelihara, menjaga kesehatan dan lain sebagainya untuk anak. Hal ini akan mengajarkan moral yang positif bagi anak.
6.      Mencontohkan, memberikan contoh berarti menjadi model perilaku yang diinginkan muncul dari anak, karena cara ini bisa menjadi cara yang paling efektif untuk membentuk moral anak.[18]

Kami beranggapan tentang upaya optimalisasikan perkembangan moral tak jauh berbeda dengan uraian di atas, yang telah di ungkapkan oleh Hurlock. Kami juga ingin menambahkan satu poin lagi yaitu: mengajarkan sejak dini kepada anak tentang nilai-nilai religius. Dan mengenalkan perbuatan baik, perbutan buruk, balasan berbuat baik dan balasan berbuat buruk, surga, dan neraka. Hal ini supaya anak tahu tentang apa yang akan di kerjakan dan bisa melihatnya juga dari prespektif religius. Dan pengenalan terhadap agama itu lebih berperan pada fungsi pendidikan keluarga pada saat masih berusia dini anak usia dini, sesuai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Tiada seorangpun yang dilahirkan kecuali dilahirkan pada fithrah (Islam)nya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR. al-Bukhâri dan Muslim)













BAB III
LAPORAN OBSERVASI
DATA
1.Letak geografis
SD Muhammadiyah Ponorogo,terletak di jalan Batoro Katong No.6  Kelurahan Nologaten,kecamatan Ponorogo,kabupaten Ponorogo.
Adapun batas-batasnya :
a. Jarak ke pusat kecamatan sekitar 1 Km
b. Terletak dikompleks perguruan Muhammadiyah

2.Visi dan Misi
    a.Visi
      Mewujudkan SD yang Islami,berprestasi,dan berkemajuan.
   b.Misi
     Mendidik generasi berdzikir dan berfikir, yang unggul dalam IMTAQ dan IPTEK serta berakhlakul karimah.


PEDOMAN OBSERVASI
1.Mewawancarai para guru dan kepala sekolah
2.Mengamati para siswa peserta didik dalam proses pembelajaran.
PEDOMAN WAWANCARA
 1.Bagaimanakah perkembangan moral siswa disekolah?
2.Bagaimana upaya dalam mengoptimalkan perkembangan moral siswa?
3.Bagaimana sikap peserta didik dalam menaati peraturan sekolah?
4. Sangsi apa yang  diberikan oleh sekolah maupun guru ketika siswa melanggar peraturan sekolah?
5.Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan moral peserta didik?
6.Bagaimanakah kerja sama antara pihak sekolah dengan keluarga atau wali murid?

Tanggal pengamatan   : 29 Maret 2012
Jam                              : 10.30 – 11.50 WIB
Objek                          : Perkembangan Moral peserta didik


Transkip Observasi
           Sebagian guru SD Muhammadiyah Ponorogo sedang mengawasi UTS dan ujian praktek kelas VI ,Kami tidak dapat menjumpai bapak kepala sekolah,dikarenakan beliau ada tugas dinas,sedangkan yang berhasil kami wawancarai adalah Bapak Krisbiyanto selaku wali kelas II Al-Amin kami harus menunggu beliau cukup lama karena beliau sedang mengawasi ujian praktek olahraga.



Tanggapan pengamat
         SD Muhammadiyah Ponorogo merupakan SD swasta yang favorit di kota reog. Letaknya yang strategis di tengah kota membuat sekolah ini mudah untuk dijangkau sekaligus pihak sekolah harus melakukan pengawasan ekstra agar siswa siswinya tidak  bermain di jalan raya.Gedungnya yang rata – rata berlantai tiga menjadikan SD muhammadiyah mampu menampung ratusan siswanya.
        SD Muhammadiyah Ponorogo banyak mengadakan kegiatan keislaman guna mendukung perkembangan Moral siswa siswinya,seperti Sholat dzuhur berjamaah disekolah dan infaq setiap hari jum’at, jadi tidak hanya IPTEK saja tapi IMTAQnya juga diperhatikan agar menghasilkan siswa siswi yang cerdas dan berakhlakul karimah.
Transkip wawancara
Narasumber               : Krisbiyanto
Tanggal                      : 29 Maret 2012
Jam                             : 11.00
Tempat wawancara    : Ruang kelas II Al-Amin
Topik wawancara       : Perkembangan Moral peserta didik

Materi wawancara
Peneliti: Bagaimanakah perkembangan moral siswa disekolah?
Narasumber: Moralnya baik,karena disekolah selain ilmu pengetahuan juga dibekali dengan ilmu agama
Peneliti : Bagaimana upaya dalam mengoptimalkan perkembangan moral siswa?
Narasumber: Pihak sekolah selain memberikan mata pelajaran juga membuat pembiasaan disekolah yaitu sholat dzuhur bejamaah dan infaq setiap hari jum’at
Peneliti: Bagaimana sikap peserta didik dalam menaati peraturan sekolah?
Narasumber: Ya ada yang nakal,tapi nakalnya masih wajar
Peneliti: Sangsi apa yang  diberikan oleh sekolah maupun guru ketika anak-anak melanggar peraturan sekolah?
Narasumber: Sangsinya macam-macam tergantung peraturan yang dilanggar.Semisal tidak mengerjakan PR,disuruh mengerjakan didepan kelas.Tapi kalau sudah terlalu sering akan ditangani oleh guru BK.
Peneliti: Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan moral peserta didik?
Narasumber: keluarga,lingkungan,dan teman
Peneliti: Bagaimanakah kerja sama antara pihak sekolah dengan keluarga atau wali murid?
Narasumber:Pihak sekolah dan orang tua bekerja sama dalam mendidik siswa.Jadi disekolah siswa dididik oleh guru,dan dirumah disempurnakan dengan bimbingan dari orang tua.










Kesimpulan hasil observasi
              Perkembangan moral adalah perubahan – perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial. Menurut hasil pengamatan kami,salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan moral di SD Muhammadiyah Ponorogo adalah faktor keluarga dan lingkungan. Oleh karena itu , untuk mengoptimalkan perkembangan moral peserta didik, dibutuhkan kerjasama yang baik antara pihak sekolah dan wali murid.
















DAFATAR PUSTAKA
1.      Poerwati, Endang dan Nur Widodo. April 2002. Perkembangan Peserta Didik. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
2.      Thalib, Al-Ustadz Muhammad. Februari 2012. Al- Qur’an Tarjamah Tafsiriyah. Yogyakarta: MA’HAD AN-NABAWY.
3.      Konsorsium, TIM Lapis PGMI. Perkembangan Peserta Didik.
5.      Zuchdi, Darmiyati.2010. Humanisasi Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.










[1] Endang Poerwanti, dan Nur Widodo, Perkembangan Peserta Didik, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, Cetakan pertama April 2002.
[2] Al-Ustadz Muhammad Thalib, Al-Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah, Ma’had An-Nabawy, Yogyakarta, febuari 2012, hlm339
[3] ibid
[4] Akhlak mulia menjadi dambaan setiap manusia. Untuk itu di perlukan pemahaman, penguasaan, kesadaran, dan semangat untuk berbuat kebaikan secara berkesinambungan. ( Sugeng Mardiyono),
[5] Tim Konsorsium, LAPIS PGMI, Perkembangan Peserta Didik, hlm. 9.6
[7] Tim Konsorsium, Lapis PGMI, Perkembangan Peserta Didik, hlm 9.6-9.7
[8] Lawrence Kohlberg ( lahir di Bronxville, New York, Amerika Serikat, 25 Oktober 1927- meniggal 19 Januari 1987, pada umur 59 tahun). Ia menjabat sebagai Professor di Universitas Chicago dan Universitas havard. Ia terkenal karena karyanya dalam pendidkan, penalran dan perkembangan moral. Sebagai pengikut teori kognitif Jean Piaget, karya Kohlberg mencerminkan dan bahkan memperluas pendahuluannya. Karyanya ini di perluas dan di modifikasi oleh sejumlah pakar, seperti misalnya Carol Giligan ( id.wikipedia.org/wiki/Lawrence-Kohlberg,jum’at, 11 mei 2012, jam 10:32).
[9] Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, cetakan ketiga Maret 2010.hlm 10-11
[11] Darmiyati Zuchdi, Humanisasi Pendidikan, hlm.11
[12] Tim konsorsium, Perkembangan Peserta Didik, hlm.9.8
[13] http://idWikipedia.org/wiki/Tahap-perkembangan-moral-Kohlberg  ( jum’at 11 Mei 12: 44)
[14] TIM Konsorsium, Perkembangan Peserta Didik, hlm.9.8-9.9
[15] Ibid,hlm.9.9-9.10
[17]  Tim Konsorsium, Perkembangan Peserta Didik, hlm.9.10-9.12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar