Rabu, 06 Maret 2013

Pendidkian Karaketr


Pendidikan Karakter.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Pembelajaran Akidah di Madrasah Ibtidaiyah
( MI ).





Dosen Pengampu : Dr. Muklibat.

Oleh :

Muh. Shulthon. Rahmandhani.  ( 210611079 ).
Ahmad. Sholikin.                            ( 210611105 ).
Darianto                                           ( 210611107 ).

JURUSAN TARBIYAH
PRODI PGMI / SEMESTER IV.
SEKOLAH TINGGI AGAM ISLAM NEGERI
STAIN ( PONOROGO )
JL. PRAMUKA NO. 156 TELP. 0352-481277 FAX O352-461893.



PENDAHULUAN.

“ Wahai kaum mukmin, sungguh pada diri Rasulullah telah ada teladan yang baik bagi kalian yang mengharap rahmat Allah, beriman kepada hari akhirat dan banyak mengingat Allah. ( QS. Al – Ahzaab ayat 21) .[1]
Melihat Firman Allah tersebut, dapat kita jadikan acuan dalam segala tindakan, serta perbuatan itu  hendaknya meniru akhlak Rasulullah.Dimana dalam firman- Nya tersebut Allah mefirmankan telah terdapat suri teladan ( dimana ini dibahasakan dengan uswatun khasanah ), yang bisa menjadi contoh bagi semua manusia. Termasuk dalam pelaksanaan pendidikan yang berlandaskan pada akhlak yang mulia.
Helen Keller ( 1880 – 1968 ) dalam ( Membumikan Pendidikan Nilai ), mengatakan : “ Charactere cannot be develop in ease and quite only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired, and succes achieved “. Itulah yang di katakan oleh wanita luar biasa ini, dimana pada usia 19 bulan menjadi buta dan tuli.
Pendidikan karakter ini akan, membentuk seorang manusia yang mempunyai akhlak mulia, dan ini tidak bisa terbentuk secara cepat atau instan melainkan ini perlu sebuah pengalaman baik dalam mengalami kegagalan maupun keberhasilan, seperti yang dikatakan oleh Helen Keller.
Apabila suatu bangsa, gagal dalam membentuk akhlatul majid ( akhlak mulia ), maka tak ubahnya bangsa ini seperti bangsa yang penuh dengan kekejaman dan tindak kriminalitas. Allah berfirman :
“ Jika kami berkehendak menghancurkan suatu negeri, kami jadikan orang – orang yang suka berbuat, sesat di negeri itu sebagai pemimpin, lalu pemimpin itu berbuat rusak di –negerinya. Akibat perbuatan rusak pemimpin mereka, turunlah adzab kepada mereka dan kami hancurkan negeri itu sehancur – hancurnya” ( QS : Al – Isra’ ayat 16 )[2].
Begitu juga dalam surat Al- A’raf ayat 4 :
“Betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan, maka Kami turunkan adzab ke negeri – negeri itu pada waktu malam atau ketika penduduknya sedang tidur. ( QS:  7 : 4 ) [3].
Ibnu Katsier mengatakan dalam tafsirnya tentang ( QS. 17 : 16 ) : “ Allah SWT. Berfirman, jika Dia berkehendak membinasakan sesuatu Negeri atau sesuatu kaum, maka golongan warga – warganya yang kaya dan hidup mewah yang diperintahkan menaati Allah dan melaksanakan perintah – perintah- Nya, berbuat kedurhakaan dan melakukan maksiat- maksiat di dalam negeri itu, sehingga patutlah mereka mendapat adzab dan siksaan yang sudah menjadi ketentuan Allah atas hamba – hamba- Nya yang durhaka, dan hancurlah negeri mereka berporak – poranda[4].
Maka dari sini dapat kita ambil pentingnya akhlak yang mulia, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan Akhlak yang mulia ini, kita bisa mengharapkan sebuah limpahan rahmat dari Allah SWT. Untuk mewujudkan bangsa yang “ aman, sentosa,( dalam bhs. Jawa,  gempah limpah lan jinawing ).
Katakanlah Indonesia, saat ini sedang mengalami sebuah dekadensi moral dimana, kita ketahui bersama. Indonesia saat ini sedang banyak permasalahan baik korupsi, kriminalitas, dll. Tapi mengapa pemerintah itu mencari berbagai macam metode yang jauh atau metode yang belum pasti keabsahannya untuk menyelesaikan masalah ini. Padahal yang paling dekat untuk memperbaiki kondisi bangsa ini adalah mengembalikan akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari – sehari dalam berbangsa dan bernegara.
            “ Allah akan mengampuni dosa siapa yang dikehendaki- Nya. Allah akan menghancurkan siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah akan menguatkan siapa yang di kehendaki-Nya. Dia lah yang memiliki kitab induk diLauhil Mahfudz. ( QS . 13 : 39 )[5].
            Dari firman Allah tersebut, dapat kita ambil sebuah isyarat bahwa setiap masa itu akan terdapat tantangannya masing – masing. Tinggal kita mampu untuk menghadapinya atau tidak.
            Wahai kaum mukmin, kami pasti menguji kalian dengan berbagai cobaan yang berupa rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah- buahan. Wahai Muhammad, berilah kabar gembira kepada orang – orang yang ikhlas menghadapi ujian      ( QS. Al- Baqoroh ayat 155 )[6].
            Untuk mengahadapi kondisi ini, maka akan sangat terasa akan pentingnya fungsi pendidikan dalam kehidupan manusia. Karena pendidikan akan menjadikan seorang manusia untuk bisa mengerti akan perannya, serta fungsinya dalam pemenuhan ekonomi, politik, sosial, selain kebutuhan material dan spiritual, supaya mausia bisa dikatakan sebagai seorang yang sehat dan normal.
            Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa :
            Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehiduapan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang :
1.      Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Berakhlak Mulia.
3.      Sehat.
4.      Berilmu.
5.      Cakap.
6.      Kreatif.
7.      Mandiri.
8.      Menjadi warga yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan sebuah tujuan akhlak yang mulia diperlukan supaya dibentuk watak yang penuh dengan kompetensi dalam bidang amar ma’ruf – nahi mungkar, dan fastabiqul Qoirot.
Allah sebelum naik ke langit ke tujuh ( Sidratul Muntaha ) atau meninggalkan langit dunia. Allah mmebrikan wasiat kepada mausia, yang sering kita kenal dengan sebutan 10 wasiat Allah dalam firmannya dalam QS. Al – An’aam ayat 151 – 152 :
1.      Dilarang menyekutukan Allah.
2.      Berbuat baik kepada Ibu – Bapak.
3.      Diharamkan membunuh anak – anak kalian, karena takut melarat.
4.      Dilarang mendekati zina, baik secara terang – terangan maupun sembunyi – sembunyi.
5.      Diharamkan membunuh jiwa yang Allah telah haramkan membunuhnya, kecuali dengan alasan yang dibenarkan[7].
6.      Dilarang kalian mengurus harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik samapai anak yatim itu dewasa.
7.      Diwajibkan menyempurnakan timbangan dengan adil.
8.      Jika berkata. Berkatalah yang jujur.
9.      Kami tidak akan memaksa manusia berbuat diluar kemampuannya.
10.  Kalian diwajibakan menyempurnakan janji kepada Allah.
Wasiat Allah tersebut juga terdapat dalam QS. Al – Isra’ ayat 23 – 37 ).
Beradasar dengan hal tersebut, apanila kita mendidik seorang anak baik sebagai orang tua, maupun tenaga pendidik, seyogyanya kita mendidik anak tersebut kepada jalan yang baik dan benar sesuai dengan perintah Al- Qur’an maupun Hadist.
Pendidikan Karakter ini bisa dilakukan di sekolah, lingkungan keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Akan tetapi penulis lebih setuju, bahwasannya pendidikan awala yang diterima seorang anak pada awalnya adalah keluarga, kemudian sebagaian besar akana dipengaruhi lingkunagan sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Oleh sebab itu, makalah ini akan beruasah untuk mempersembahkan tentang pembahsan pendidikan karakter. Yang baru – baru ini merupakan agenda utama pemerintah untuk mengoptimalkan pendidikan di Indonesia. Pada sekitar 15 abad yang lalu dalam Islam sudah terdapat contoh pendidikan tentang akhlak, budi pekerti, serta moral. Begitu juga ajarana yang terdapat dalam agama lain, juga sudah ada tentang pendidikan  karakter, budi pekerti, dan moral.
Dalam makalah ini akan penulis kemukakan. Apa sebenarnya Pendidikan Karakter? dan selebihnya silahkan pembaca baca makalah kami tentang pendidikan karakter.


















PEMBAHASAN.

A.Konsep Pendidikan Karakter.
            Indonesia merupakan sebuah bangsa yang besar, baik dilihat dari kondisi geografi maupun demografinya. Menurut sensus 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 juta jiwa yang mendiami sekitar 11.000 pulau dari 17.504 pulau diseluruh Nusantara[8].
            Dari fakta diatas dapat kita ketahui kondisi Indonesia. Hal ini dapat menjadi sebuah kekuatan yang menguntungkan jika berhasil dikelola dengan baik. Tapi juga dapat menjadi mala petaka bila tidak di kelola dengan sebaik – baiknya.
( Thoby Mutis, 2008 ), sang pemerhati pembangunan pernah menyatakan dalam catatannya :
1.      Indeks Pembangunan Manusia ( United Nations ) menyatakan baahwa posisi Indonesia berada pada posisi 108 dari 177 Negara.
2.      Indeks Kualitas Hidup ( The Economist ), menempatkan Indonesia pada posisi 71 dari 111 negara.
3.      Indeks Kebebasan Ekonomi ( Herritage Foundation / The Wall Street Journal ), Indonesia berada pada posisi 110 dari 157 negara.
4.      Indeks Persepsi Korupsi ( Transparancy Internasional ), Indonesia berada pada posisi 130 dari 163 negara.
Dari assesment diatas menunjukkan betapa memprihatinkannya keadaan Indonesia dimata Internasional. Padahal Indonesia merupakan sebuah negara,dimana Allah memberikan karunia lebih pada negara ini. Hal ini bisa dilihat dari kondisi tanah, sumberdaya alam, gas, serta penduduk yang banyak, seperti data diatas. Ironisnya samapai saat kondisi akhir ini Indonesia masih, belum bisa membuat penduduknya merasakan banyak kemudahan. Kondisi ini semakin diperparah dengan para pemimpin yang mempunyai akhlak yang kurang bagus, dimana lebih banyak memnetingkan dirinya sendiri , sehingga melupakan fungsinya sebagai pelaksana ke-negaraan.
Sebagaimana firman Allah :
“ Pada hati manusia ditanamkan rasa cinta kepada kelezatan, berupa cinta kepada perempuan, anak – anak, emas, perak yang berkuintal – kuintal. Kuda yang dijadikan tunggangan, hewan ternak dan sawah ladang. Semuanya itu hanyalah kesenangan hidup sementara di dunia. Padahal tempat tinggal yang terbaik bagi manusia hanya ada disisi Allah” ( QS. Ali Imron ayat 14 )[9].  
Dalam firman Alalh tersebut, bila dikondisikan dengan keadaan sekarang bahwa manusia mempunyai kecintaan berlebihan pada perhiasan dunia yaitu berupa perempuan   ( Mencitai Istri yang terlalu berlebihan bagi yang sudah beristri ), mencintai terlalu berlebihan pada  anak yang dimiliki, mencintai terlalu berlebihan pada emas, perak, kuda – kuda yang dijadikan tunggangan ( jika sekarang adalah kendaraan – kendaraan ), baik udara, laut, maupun darat, mencintai berlebihan pada sawah dan ladang.
“ Wahai Muhamamad, katakanlah kepada kaum mukmin : “ Jika bapak – bapak kalian, saudara – saudara kalian, istri – istri kalian, kerabat – kerabat kalian, harta kekayaan kalian peroleh, perdagangan yang kalian khawatirkan kehancurannya, dan tempat – tempat tinggal yang kalian senangi, lebih kalian cintai dari Allah dan Rasul-Nya serta jihad untuk membela agama- Nya, maka tunggulah turunnya adzab Allah meneimpa kalian”. Allah tidak memberi hidayah kepada kaum yang lebih mencintai kesenangan hidup di dunia. ( QS. At – Taubah ayat 24) [10].
Sebagaimana sabda Rasulullah berkaitan firman Allah diatas :
Hadis Anas, ia berkata, Nabi Shalallahu alaihi wa sallam, bersabda, “ Tidaklah beriman salah seorang kalian kalau aku tidak lebih ia cintai dari pada anak dan ayahnya serta seluruh manusia”( HR. Bukhari )[11].
Secara apriori penulis menganggap hal inilah yang sekiranya menyebabkan mengapa, bangsa Indonesia, banyak mengalami ketertinggalan maupun kerusakan , baik dari teknologi, pemikiran, prestasi, dan yang paling absolut adalah akhlak atau yang sering kita sebut dengan dekandesimoral.
Bila kita menyalahkan pada kondisi, akan luasnya geografi, suku budaya, serta jumlah penduduk, hal ini bukan merupakan sebuah keputusan yang baik.
Contohnya kita lihat Negara Cina yang mempunyai jumlah penduduk yang luar biasa,sampai negaranya sendiri tidak muat untuk menampung penduduknya. Tapi malah berhasil menjelajahi mata rantai ekonomi dunia beberapa tahun terakhir, ini dikarenakan mereka menyadari akan pentingnya besar jumlah penduduk, suku, budaya, untuk meraih atau mewujudkan cita – cita negaranya[12].
Patut disinyalir yang menyebabkan China, bisa seperti itu dikarenakan mereka sadar akan akhlak dan pentingnya karakter, apalagi dengan peradaban China yang terkenal itu.
Pada  dasarnya karakter itu menurut Rutland ( 2009 : 1 ) mengatakan bahwa karakter itu adalah berasal dari bahsa latin yang berarti “di pahat”[13]
Sebuah kehidupan, seperti sebuaj balok grant yang dengan hati – hati di pahat atau atau pun di pukul secara sembarangan yang pada akhirnya akan menjadi sebuah maha karya atau puing – puing yang rusak.
Secara harfiah karakter artinya, “ kualitas menta atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi ( Hornby dan Panwell 1972 : 49 ). Sedangkan dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat – sifat kejiwaan , akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian ( Kamisa 1997 : 281 )[14].
Menurut Tobroni tentang, definisi dari “The stamp of individually or group impressed by nature, education or habit. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Bangsa yang berkarakter adalah bangsa yang mempunyai budi pekerti dan akhlak yang baik, sementara bangsa yang tidak berkarakter adalah bangsa yang tidak mempunyai
            Nabi Muhammad mempunyai empat karakter yang terkenal, yaitu : sidiq, amanah, tabligh, fathonah. Yang bisa kita contoh dalam kehidupan sehari – hari. Nabi Muhamamad saw, adalah seorang pribadi yang rajin bekerja, jujur, amanah, lemah lembut, disiplin, tangguh, tanggung jawab, dan berani. Dan inilah, yang hendaknya kita contoh dalam kehidupan sehari – hari, sebagimana karakter yang telah beliau contohkan, ... Sungguh pada diri Rasulullah telah ada teladan yang baik bagi kalian yang mengharap rahmat Allah...( QS. 33 ayat 21 ).
            Untuk karakter bangsa yang kuat adalah bangsa yang maju (beradab) giat bekerja, cepat bangkit dari keterpurukan, jujur, disiplin, terus terang, tidak pendendam, selalu melihat ke masa depan, tahu cara memperbaiki diri, setiap individu warga mecari rezeki yang halal. Jadi sikap dan mental bangsa itu bersih; cenderung ke arah perbaikan.
            Perintah untuk mencari rezeki yang halal.
            “ Wahai kaum mukmin, makanlah sebagian dari karunia Allah yang halal yang kami berikan kepada kalian. Taatlah kalian kepada Allah, jika kalian benar – benar tunduk kepada- Nya dan mengesakan- Nya. ( QS. Al- Baqoroh ayat 172 )[15].
Penulis mempunyai pendapat yang sama tentang pengertian karakter, dengan penegertian yang yang tertulis dalam kamus lengkap bahasa Indonesia tersebut, bahwa karakter itu tidak bisa dilepaskan dari tabiat, akhlak, maupun watak. Yang bisa membedakan antara satu orang dengan orang lainnya.
            Dari sini, dapat penulis mengerti, bahwa pendidikan karakter adalah sebuah proses yang dilakukan oleh sebuah sistem pendidikan yang telah disepakati bersama, untuk bisa mewujudkan sebuah generasi muda yang memiliki watak, tabiat, atau ciri khusus, serta tidak mudah untuk dibawa oleh arus kondisi zaman. Artinya mempunyai ciri khusus atau ciri tersendiri dalam akhlaknya.
            Menurut Ratna Megawangi ( 2007 ), ada sembilan pendidikan karakter yang harus ditanmakan kepada murid, dalam Pendidikan Karakter Berbasis Pembelajaran Kontekstual oleh M. Syukri :
1.      Mulai dari cinta pada Tuhan dan alam semesta beserta isinya.
2.      Tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian.
3.      Kejujuran.
4.      Hormat, dan santun.
5.      Kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama.
6.      Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah.
7.      Keadilan, dan kepemimpinan.
8.      Baik, dan rendah hati.
9.      Toleransi, cinta damai, dan persatuan.
            Adapun beberapa fungsi dan tujuan pendidikan karakter adalah secara transaksional, fungsi pendidikan karakter bangsa dimaksudkan untuk :
1.      Development : pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi yang berperilaku baik, ini bagi peserta didik.
2.      Recovey : memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat.
3.      Clarification : untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai – nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat[16].
Sementara itu untuk, tujuan pendidikan karakter bangsa, pada konteks intruksional dapat dijabarkan sebagai berikut :
·         Mengembangkan potensi kalbu / nurani / afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai – nilai budaya dan karakter bangsa.
·         Mengembangkan kebiasaan, dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai – nilai universal, dan tradisi budaya bangsa yang religius.
·         Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
·         Menggambarkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan.
·         Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (  dignity )[17].
Semua aspek diatas tidak bisa terlepas dari peranan seorang guru sebagai agen pembelajaran. Yang telah diatur dalam Standar Nasional Pendidikan ( SNP ), pasal 28, dikemukakan bahwa:
            Pendidikan harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi akademik dam kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat, jasmani , serta memiliki standar kompetensi dan sertifikasi guru, untuk meweujudkan pendidikan nasional.
            Jadi seorang dalam pendidikan karakter, peranan guru semakin fundamental yaitu guru sebagai fasilitator, Guru sebagai pemacu, guru sebagai motivator, dan guru sebagai pemacu inspirasi.
B. Metode Pendidikan Karakter.
            Wahai orang – orang yang beriman! Masuklah kedalam Islam secara seluyruhnya. Sungguh musushmu yang yayatskeseruhan, dan jnganlah kamu diikuti oleh langkah – langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu ( QS. Al- Baqoroh ayat 208 )[18].
            Menurut tafsir, Muhammad Thalib, dalam Al- Qur’an Tarjamah Tafsiriyah, yang dimaksudkan, dengan “ masuklah Islam secara keseluruhan” adalah untuk menegakkan syari’at Islam secara penuh.
            Dari uraian tersebut tentang konsep pendidikan karakter, penulis dapat memberikan sebuah pendapat untuk membentuk sebuah karakter yang bisa mencetak seorang insan kamil, maka di perlukan sebuah metode pendidikan karakter untuk membentuk karakter tersebut.
            Daniel Goleman ( 1995 ), mengungkapkan betapa fundamentalnya seorang siswa yang ingin menuju keberhasilan untuk bisa menguasai emosi ( kecerdasan emosi ), yang menjadi tolok ukur penentu keberhasilan akademik anak, melebihi intelektual ( Intellectual Question = IQ ), yang selama ini dianggap sebagai penentu keberhasilan siswa. Daniel Goleman menyatakan, bahwa 80 persen ditentukan oleh kecerdasan emosinya ( Emosional Question = EQ ),dan selebihnya ekitar 20 persen saja ditentukan oleh IQ, tandasnya.
Penulis juga mengatakan ketiga aspek tersebut ( Intelectual Question, Emotional Question, dan Spiritual Question ), tidak bisa untuk di pisah- pisahkan satu sama lainnya. Ini berdasarkan pada firman-Nya :
Penciptaan langit dan bumi, peredaran malam dan siang, sungguh merupakan bukti – bukti kebenaran adanya Allah bagi ulul albaab, orang yang mau memikirkan kehidupan akhirat” ( QS. Ali – Imron ayat 190 [19]).
Dari ayat di atas telah jelas kita ketahui bahwa Allah, menyuruh kita untuk memikirakan ( bagian dari Intelectual Question ) segala macam yang ada di alam semesta, baik penciptaan langit, bumi, peredaran malam dan siang.
Dan perhatikan tantangan Allah kepada manusia dan Jin :
“ ....Kamu tidak akan mempu menembusnya kecuali dengan kekuatan ( dari Allah )” ( QS. AR- Rahman ayat 33) [20].
Ini mengidikasikan bahwa Allah memberikan tantangan pada manusia untuk mempu mengelola bumi dengan pengetahuan, kalau kita interpetasikan kata illaa bi sulthaan ( in ). Dengan kemajuan IPTEK saat ini.
....Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.....  ( QS. Ar- Ra’d ayat 11 )[21]. Firman Allah, tersebut mengisyaratkan manusia untuk berusaha, di mana kemauan untuk berusaha adalah salah satu cabang dari Emotional Question.
Untuk Spiritual Question, kita tidak bisa melepaskan segala sesuatu dari Allah SWT.
Wahai orang – orang yang beriman ! Jika kamu menolong ( agama ) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan menguhkan kedudukannmu ( QS.Muhammad ayat 7 )[22].
Allah mengisyaratkan kepada manusia untuk menegakkan agama Islam di dalam kehidupan sehari – hari. Niscaya Allah akan menolong orang yang telah menolong agama Islam untuk Allah. Dan menyuruh manusia untukl berdo’a hanya pada – Nya, niscaya Allah akan kabulkan.
“ Apakah kaum Quraisy tidak tahu bahwa yang menetapkan banyak atau sedikitnya rezeki setiap manusia adalah Allah ? Sungguh penetapan banyak atau sedikitnya rezeki setiap manusia itu manjadi bukti kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman ( QS. Az- Zumar ayat 52 )[23].
Adapun metode Pendidikan Karakter, menurut Nuraida dalam makalahnya, “ Metode Pendidikan Karakter” , yang sebaiknya dilakukan oleh seorang guru adalah :
1.      Metode Keteladanan.
Metode ini mengatakan mengajar dengan cara memberikan contoh yang baik kepada murid, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
Sebagaimana yang di firmankan Allah dalam surat Al- Ahzab ayat 21 : “ ..., sungguh pada diri Rasulullah telah teladan yang baik bagi kalian yang mengharap rahmat Allah.... ( QS. 33 : 21 ).

Dalam Hadist Rasulullah bersabda :
“......Demi Allah, jika Fathimah binti Muhammad mencuri, tentu Muhammad sendiri yang akan memotong tangannya” ( HR. Bukhari )[24].
            Dari potongan hadist tersebut dapat kita ambil sebuah pelajaran bahwa Rasulullah mengajarkan tentang pentingnya sebuah peraturan dan meminta para sahabat untuk bisa menghargai sebuah peraturan.
2.      Penanaman atau Penegakkan Kedisiplinan.
Disiplin pada hakikatnya adalah suatu tata aturan yang sungguh – sungguh, dan didukung oleh kesadaran untuk melaksanakan tugas , kewajiban serta berperilaku sebagaimana mestinya menurut aturan – aturan atau kelakuan yang seharusnya berlaku dalam suatu lingkungan tertentu.
Dengan diajarkannya kedisiplinan ini, maka besar harapan, supaya pendidikan karakter yang sedang diterapkan ini akan menghasilkan genersi penerus yang mempunyai integritas tinggi, dalam kehidupan sehari – hari. Sebab kurangnya disiplin ini, akan mengakibatkan suatu hal yang fatal, semisalnya dalam suatu acara yang seharusnya mulai jam 08. 00 wib, bisa molor sampai jam 09.00, hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran seseorang akan kedisiplinan waktu. Sehingga ini akan melemahkan semangat, motivasi, bahkan sangsi dalam aktivitas yang dilakukan oleh si pelaku. Maka tak heran sekarang sering muncul istilah – istilah jam karet atau rubber time. Untuk membiasakan ini biasanya, sekolah akan menuliskan sebuah tulisan di depan pagar sekolah “ On Time is My Habbit “.

3.      Metode Pembiasaan.
Dorothy Low Nolte mengatakan bahwa anak akan tumbuh sebagaimana lingkungan yang mengajarinya dan lingkungan tersebut juga merupakan sesuatu yang menjadi kebiasaan yang dihadapinya setiap hari[25].
Rasullulah juga telah mencontohkan tentang pembiasaan, ketika makan, dalam hadistnya Rasulullah bersabda :
 .... Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang ada di dekatmu..... ( HR. Bukhari. No. 5376 )[26].
Supaya seorang anak, nanti kelak bisa menjadi seperti yang diharapkan oleh kedua orang tuanya, hikmat penulis agar dalam memberikan pembelajaran pembiasaan yang baik, dilakukan sejak dini. Karena anak suka untuk meniru apa yang ada di sekitarnya. Orang dulu mengatakan. “ Anak pisang tak tumbuh jauh dari pohon induknya”.
4.      Menciptakan suasan yang kondusif.
Pendidikan karakter adalah sebuah pendidikan yang terjadi secara kompleks, dan saling mempengaruhi antara pendidikan yang terjadi di sekolah maupun pendidikan yang terjadi di lingkungan.
Maka, hal ini dibutuhkan sebuah kerja sama yang optimal untuk dapat mencipatkan sebuah suasana lingkungan pendidikan anak yang kondusif. Misalnya di sekolah, seorang anak ditumbuhkan sebuah kegiatan yang gemar membaca, maka ini akan mengakibatkan sebuah suasana kondusif di mana anak – anak akan gemar sekali membaca. Di tambah hal ini juga dilakukan secara telaten oleh orang tua, serta orang di sekitar anak tersebut, jika berada di lingkungan rumah.
5.      Integrasi dan Internalisasi.
Pendidikan karakter ini mengharapkan sebuah tujuan untuk menumbuhkan nilai – nilai pada diri setiap anak, yang meliputi : Untuk menghargai, menghormati, jujur, disiplin. Kemudian nilai – nilai tersebut diintegarsikan dan internalisasikan ke dalam seluruh kegiatan sekolah maupun kegiatan lainnya. Alasan mengapa pendidikan karakter itu harus terintegrasi ? sebab pendidikan karakter tidak bisa terpisah dari aspek – aspek lainnya termasuk dalam seluruh mata pelajaran.
C. Pendekatan Pendidikan Karakter.
            M. Syukri dalam makalahnya yang berjudul “Pendekatan Berbasis Karakter melalui Pembelajaran Kontekstual”, mengatakan bahwa pendekatan yang dipilih dalam pendidikan karakter adalah pendekatan Contextual Teaching and Learning ( CTL ), yang mempunyai sebuah konsep belajar membantu guru mengaitkan materi ajar dengan situasi di dunia nyata siswa dan mendorong siswa memuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari – hari sebagai anggota masyarakat, bangsa, dan negara.
            Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh M. Syukri, dalam makalahnya tentang dipilihnya pendekatan kontekstual dalam pendidikan karakter :
1)      Sampai saat ini pendidikan kita masih berfokus dengan pengetahuan – pengetahuan yang harus dihafal, dan kelas masih menempatkan guru sebagai satu – satunya sumber belajar yang ada, sehingga ini mengakibatkan metode ceramah sebagai pilihan nomor satu. Dengan dipilihnya pendekatan kontekstual ini, diharapkan agar para siswa bisa mengkonstruksikan pengetahuan yang dibentuk sendiri.
2)      Melalui landasan filosofi kontruktivisme, CTL ( Contextual Teaching and Learning),siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal.
3)      Knowledge is contextual and falliable. Since knowledge is constuction of humans and humans constanly undergoing new experience, knowledge can never are always tantative and incomplete knowledge grows through exposure. Understand becomes deeper and stronger if want test it against new counters ( Zahorik : 1995 ).
Hikmat penulis, mengatakan bahwa pengetahuan bukanlah sebuah ide – ide , konsep maupun fakta yang hanya bisa dihafal, dikerjakan saat tes, dan untuk mencari nilai, Akan tetapi pengetahuan adalah sesuatu yang bisa diterapkan atau dirasakan kebergunaaannya oleh sang pemilik pengetahuan, dan harus dikonstruksi sendiri oleh sang pemilik pengetahuan itu untuk dikonversikan dalam kehidupan nyata.
Marzuki dan Darmiyati Zuchdi mengatatakan dalam makalahnya, yang berjudul “ Pendidikan Komprehensif di Universitas Negeri Yogyakarta”. Bahwa yang menjadi model pendekatan utama pengembangan pendidikan karakter di UNY ( Universitas Negeri Yogyakarta ) adalah :
1)      Pendekatan Komprehensif.
Istilah komprehensif yang digunakan dlam pendidikan karakter mencakup beberapa aspek. Pertama, isinya harus komprehensif yang meliputi semua permasalahan yang berkaitan dengan pilihan nilai – nilai yang bersifat pribadi sampai pertanyaan – pertanyaan mengenai etika secara umum. Kedua, metodenya harus komprehensif. Termasuk didalamnya inkulkasi ( penanaman  ) nilai, pemberian teladan. Penyiapan generasi muda agar dapat mandiri dengan mengajarkan dan memfasilitasi pembuatan keputusan moral secara bertanggung jawab, dan berbagai ketrampilan hidup ( Soft skills ). Ketiga, pendidikan karakter hendaknya terjadi dalam keseluruhan proses pendidikan di kelas, dlam kegiatan ekstrakulikuler, dlam proses bimbingan dan penyuluhan, dalam upacara – upacara pemberian penghargaan, dan semua aspek kehidupan. Yang terakhir, pendidikan karakter hendaknya terjadi melalui kehidupan masyarakat, orang tua, ulama, penegak hukum, polisi, dan organisasi kemasyarakatan, semuanya perlu berpartisispasi dalam pendidikan karakter. Konstitusi semua pihak dalam melaksanakan pendidikan karakter mempengaruhi karakter generasi muda (Kirschenbaum, 1995 : 910 ).
            Pendekatan komprehensif, meliputi dua metode tardisional yaitu inkulkasi (penanaman ) nilai dan pemberian teladan serta dua metode konntemporer, yaitu fasilitasi dan pengembangan ketrampilan hidup ( soft skills ).
2)      Pembelajaran Terintegrasi.
Pembelajaran ini dapat memberikan pengalaman yang bermnakna kepada peserta didik, karena mereka memahami konsep – konsep, ketrampilan – ketrampilan dan nilai – nilai yang mereka pelajari dengan menghubungkannya dengan konsep dan ketrampilan yang mereka sudah pahami.
3)      Pengembangan Kultur Universitas.
Guna menciptakan kultur yang bermoral perlu diciptakan lingkungan sosial yang dapat mendorong subjek didik memiliki moralitas yang baik / karakter yang terpuji. Sebagai contoh, apabila suatu Perguruan Tinggi memiliki iklim demokratis. Sebaliknya apabila suatu Perguruan Tinggi yang mempraktikkan tindakan – tindakan otoriter, sulit bagi mahasiswa untuk dididik menjadi pribadi yang demokratis.
            Hikmat penulis pendekatan yang sesuai dengan pendidikan karakter adalah pendekatan CTL ( Contextual Teaching and Learning ), karena di sana itu memberikan sebuah kesempatan bagi siswa untuk merekonstruksi pengalaman serta penegetahuan yang dimiliki para siswa. Dan secara rinci Pendekatan tersebut itu diterangkan oleh Marzuki dan Darmiyati Zuchdi, dalam makalahnya.
D.Kurikulum Pendidikan Karakter.
            Dalam aktifitas belajar mengajar, kedudukan kurikulum sangat krusial dengan kurikulum anak didik akan memperoleh manfaat ( benefits )[27].
            Pada tanggal 11 Mei 2010, Presiden Republik Indonesia pada acara puncak Hari Pendidikan Nasional, berpidato bahwa kebijakan nasional pendidikan karakter adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kebijakan nasioanl pembangunan karakter bangsa. Kebijakan Nasional tentang pendidikan karakter in i dilaksanakan dalam usaha untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, untuk membangun generasi bangsa yang beriman dab bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, kreatif, akhlatul karimah, berilmu, cakap, mandari, dan bisa mewujudkan impian negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
            Pada fase pertama, pendidikan karakter ini lebih dikonsentrasikan pada pembinaan, pengembangan dan pembentukkan pada integritas yang harus dimiliki oleh seorang manusia yang berupa : jujur, peduli, cerdas, tanggap, dan tangguh. Sedangkan pada fase berikutnya, bisa kita kembangkan menjadi beberapa nilai, diantaranya disiplin, kreatif, bertanggung jawab serta suka menolong.
            Pendidikan karakter meliputi dan berlangsung pada :
·         Pendidikan formal.
Pendidikan karakter pada pendidikan formal berlangsung lembaga pendidikan TK/RA. SD / MI, SMP / MTS, SMA / MA, SMK/ MAK dan Perguruan Tinggi melalaui pemeblajaran kegiatan kurikuler dan ekstrakulikuler, penciptaan budaya, satuan pendidikan dan pembiasaan. Sasaran pada pendidikan
·         Pendidikan  Informal
Pendidikan ini dialami seorang siswaa pada lingkunag sekitarnya, baik yang dillakukan oleh orang tua, orang dewasa
·         Pendidikan ini Nonformal.
Pendidikan ini dialami oleh peserta didik, diluar pendidikan formal atau biasanya  (terjadi pada lembaga kursus ), pendidikankatut, ekatrakulikuler, koekstrakulikuler, dan untuk tenaga pendidik yang sasarnnya utamanya adlah tenaga pendidik dan sarana peserts didik.



E. Evaluasi Pendidikan Karakter.

Jacques  Barzun dalam pendidikan liberal ( dalam Stevan M. Chan ) pernah megtakan bahwa : “ Tentang apa yang berguna bagi murid – murid yang luar biasa cerdasnya adalah sebuah alat peraga, buku – buku bersampul tipis dan damarwisata, film – film dokumenter, kulaih – kuliah secara khusus, serta kesempatan – kesempatan untuk bekerja secara bebas jika ia tidak memiliki kategori – kategori mengenai pemikiran dan kebiasaan tentang studi yang akan memungkinkan pengaruh – pengaruh ( kesan – kesan ) nya, untukmelekat satu sama lainnya.
Dari pernyataan Jazcques Barzun, dapat diambil sebuah penegertian, bahwa hasil pendididkan seorang siswa itu, hendaknya tidak hanya di tentukan oleh nilai, yang dapat dalam saat menghadapi ujian, yang hakikatnya itu tidak menunjukkan kemampuan murid – muridyang sesungguhnya
Melainkan itu adalah sebuah keadaan terpaksa yang harus dialami oleh seorang siswa , dimana nilai itu merupakan sebuah pelengkap yang sifatnya tidak teliti, serta nilai hanya akan membuat sebuah trauma serta bisa menghilangkan sifat kemanusiaan yang dimiliki oleh seorang siswa. Maka ini diharapkan supaya dalam pendidikan karakter ini ada sebuah terobosan bagaimana menyisiati sebuah nilai atau ujian, serta tidak hanya menjadi simbol saja. Jangan hanya dasar Pendidikan Karakter , tapi tidak ada buktinya. Dalam kehidupan sehari – hari siswa.
Gilbert Highest : “ Kadang – kadang sedih melihat seseorang murid yang secara potensial brillian bermalas – malasan dengan pekerjaan ( tugasnya ), cemberut, dan bandel, menghabiskan waktu dan pikirannya untuk hal – hal ( barang – barang ) sepele, sebabia tidak memiliki saingan nyata di kelasnya, dan ia membesarkan hati meliahat berapa cepat ketika seorang saingan diterima dari seksi lainnya atau datang dari sekolah lainnya, anak lelakai yang pertama akan menemukan kegembiaraaan ( pengetahuan ) dan tujuan nyata dalam kehidupan[28].
Adapun sumber nilai dari pendidikan karakter dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
·         Agama : Masyarakat Indonesia adlah masyarakat beragama, oleh karena itu kehidupan individu, masyrakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaanya.
·         Pancasila : Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di tegakkan atas prinsip – prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut panacasila.
·         Budaya : Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak di dasarkan oleh nilai – nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut.
·         Tujuan Pendidikan Nasional, sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap waga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai jenjang dan jalur tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia.
Hikmat penulis sebaiknya tentang konsep pendidikan karakter yang akan digalakkan ini, mendapat perhatian penuh, karena penulis akan sanagat menyayangkan apabila pendidikan karakter ini hanya akan berlalu begitu saja seperti konsep pendiidkan yang sebelunya. Jadi ini perlu mendaprakan perhatian penuh.






















KESIMPULAN.

Pendidikan kartakter merupakan sebuah pendidikan yang harus dioptimalkan. Menirut penulis pendidikan kartakter ini bila telah mampu dioptimalkan, InsyaAllah akan terwujudlah apa yang diimpikan oleh bangsa Indonesia selama ini. Karena menurut penulis konsep tentang pendidikan yang telah berlalu dan belum membuahkan hasil apa – apa. Dikarenakan terlalu terfokusnya pendidikan pada nilai dan tes, sehingga para murid itu sekolah bukan untuk mencari ilmu, dan mungkin dibelokkan keniat lainnya, dan para murid pun seperti hilang kemanusiaannya.
Contohnya, bila kiat mendapatkan niali D dalam mata kuliah X, bukan berarati meneyebutkan, kita itu adalah seorang yang berkepribadian D, atau berkarakter moral D, hanya saja karena kita dalam mata kuliah X, pada saat itu pas berada di level prestasi D.
Melihat kenyataan tersebut penulis mengharapkan apabila pendidikan karakter ini tidak berjalan dengan sebagaimana semestinya seperti kemarin – kemarinnya. Penulis mempunyai ide untuk membuat sebuah konsep pendidikan liberal, akan tapi kita sesauiakan dengan Indonesia menjadi Pendiidkan Liberal dalam manhaj agama berdasarkan keTuhanaan Yang Maha Esa.
Serta penulis rasakan, sudah tidak efektifnya sebuah penialaian dengan ujian. Ini akan menghalangi kebebasan murid dan mahasiswa, ujian mengecilkan hati mereka dalam mengikuti topik – topik terbaru, dalam berburu niali bagus tak jarang seorang manusia akan kehilangan jiwai agama kemanusiaan.
Selain itu untuk mewujudkan Pendidikan karakter kita harus bisa menghindari sikap fanatisme. Abu Hatsin dalam Islam dan Humanisme mengatakan bahwa, semangat kebertagamaan yang tiggi tanpa disertai pemahaman yang mendalam akan dimensi estoris dari agama yang dapat mengarahkan manusia pada sikap fanatik ( Fanatical attitude ), sikap keberagamaan yang sempit ( Narrow Religiouslty) dan fundamentalisme.
Sedangkan kalau untuk akidah atau Tauhid, tidak terpengaruh, dalam QS. Al- Kafirun ayat 6 .
“ Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. ( QS. Al- Kafirun ayat 6 ).





DAFTAR PUSTAKA.

Al-Ustadz Muhammad Thalib. Al-Qur’an dan Tarjamaah Tafsiriyah. Yogyakarta : Ma’had An- Nabamy. Februari 2012.
Elmubarok, Zaim. Membumikan Pendidikan Nilai : Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai. Bandung : Alfabeta. 2009.
Bahersy, Salim dan Said Baheresy. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier 5. Surabaya :  Bina Ilmu Offset . 2012.
Nashhir As – Sa’di bin Abdurrahman ( Telah di terjemaahkan ). Syarah Umdatul Ahkam. Jakarta Timur : Darus Sunah Press. Cetakan pertama. April 2012.
Hayat, Bahrul. Mengelola Kemajemukan Umat Beragama. Jakarta Selatan : Saadah Cipta Mandiri. Cetakan pertama. April 2012.
Nuraida. Metode Pendidikan Karakter. 5 Juni 2010.
Abdul Baqi, Muhammad Fu’ad ( telah diterjemahkan ). Shahih Al- Lu’ u’ wal Marjan. Jakarta Timur : Akbar Media. Cetakan pertama. Sya’ban 1432 / Juli 2011.
Hidayatullah, M. Furqon. Pendidikan Karakter : Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta : Yuma Pustaka. Cetakan pertama. November 2010.
Tobroni. Makalah :Pendidikan Karakter dalam Prespektif Islam. Di unduh dari http://tobroni.staff.umm.ac.id.
Syukri, M. Makalah : Pendidikan Berbasis Karakter melalui Pembelajaran Kontekstual.
Lasamawan, Wayan. Makalah : Pengembangan Materi dan Model Pendiidkan Karakter Berbasis Budaya dalam  Konteks Instruksional.
Depatemen Agama Republik Indonesia,  Al – Qur’an dan Terjemaahnya.
al- Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail ( Telah di terjemaahkan ). Ensiklopedia Hadist 2 : Shahih al- Bukhari 2. Jakarta Timur : Almahira. Certakan. Febuari 2012.
Marzuki. Darmiyati Zuchdi. Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Komprehensif di Universitas Negeri Yogyakarta.
Ibi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktik. Yogyakarta : AR- RUZZ Media. Cetakan pertama. 2006.
Chan, Stevan. M. Pendidikan Liberal Berbasis Sekolah. Yogyakarta : Kreasi Wacana. Cetakan Pertama. Agustus 2012.









[1]  Muhammmad Thalib, Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah, Yogyakarta : Ma’had An – Nabawy, Febuari 2012, hlm. 524.
[2] ....Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah...., hlm. 338.
[3] ...Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah...., hlm 177.
[4] Salim Baharesy dan Said Baharesy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier 5, Surabaya : PT. Bina Ilmu Offset,2012, hlm. 27.
5....Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah..., hlm 299.
6. .... Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah..., hlm. 29.



[7]  Syaikh Abdurrahman bin NashirAs -  Sa’di, dalam kitabnya Syarah Umdatul Ahkam, yang di maksudkan diatas adalah orang yang terkena hudud ( hukum Had )yang mmepunyai pengrtian hukuman – hukuman yang telah ditentukan secara syari’at terhadap kemaksiatan, agar mencegah seseorang untuk melkukan hal yang sama.... ( Lihat Syaikh Abdurrahman bin Nashir As – Sa’di ).
[8] Bahrul Hayat, Mengelola Kemajemukan Umat Beragama, Jakarta Selatan : PT. Saadah Cipta Mandiri. Cetakan pertama, April 2012. hlm. 1.
[9] ... Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah...., hlm. 60.
[10] ... Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah..., hlm. 223.
[11] Muhammad Fuad Abdul Baqi ( telah diterjemahkan ), Shahih Al- Lu’lu’ wal Marjan, Jakarta Timur : Akbar Media,  Sya’ban 1432 H / Juli 2011 M, hal 21 .
[12]  Dari sejumlah negara industri – industri terbesar di dunia, China dalam jangka waktu kurang dari tiga dekademampu tampil bukan hanya sebagai kekuatan ekonomi dan industri Asia tetapi juga dunia. Keberhasilannya salah satunya ditopang oleh penyatuan potensi di dalam negeri untuk menghadapi tantangan globalisasi. William Ratliff, “ Fast – Moving China and Development”, dalam George Zhibin Gu, China and the new World Order : How Enterpreneuristy, Globalization and Borderless Bussines are Reshaping China and the World ( California, 2006, Fultus Corp ) hal. 10, dalam Bahrul Hayat, Mengelola Kemajemukan Umat Beragama, hal. 3.
[13] M. Furqon.. Hidayatullah, Pendidikan Karakter : Membangun Peradaban Bangsa, Surakarta : Yuma Pustaka, hal. 12.
14 ... Pendidikan Karakter.....
15 .... Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah...., hal. 31.


[16] Wayan Lasamawan, Makalah : Pengembangan Materi dan Model Pendiidkan Karakter Berbasis Budaya dalam  Konteks Instruksional
[17] ... Makalah ; Pengembangan Materi dan ....
[18] Depatemen Agama Republik Indonesia,  Al – Qur’an dan Terjemaahnya.hal. 40.
[19] ... Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah...,hal.89.
[20] ... Al- Qur’an dan Terjemaahan..., hal. 775.
[21] ... Al- Qur’an dan Terjemaahan..., hal. 338.
[22] ... Al- Qur’an dan Terjemaahan ..., hal 732.
[23] ...Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah...,hal 588.
[24] Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al – Bukhari / Imam Bukhari ( telah di terjemaahkan ), Ensiklopedia Hadist  2 : Shahih Al- Bukhari 2, Jakarta Timur : Almahira, cetakan 1, febuari 2012, hlm. 699, hadist ke 6788.
[25] ... Pendidikan Karakter..., hal. 50.
[26] ... Ensiklopedia Hadist Shahih Al- Bukhari 2..., hal. 403.
[27] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktik, Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA, cetakan 1, Januari 2007, hlm. 205.
[28] Stevan M. Chan, Pendidikan Libera lBerbasis Sekolah, Yogyakarta : Kreasi Wacana, catakan pertama, Agustus 2002, hlm. 89.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar