Pendidikan Karakter.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi
tugas Pembelajaran Akidah di Madrasah Ibtidaiyah
( MI ).
Dosen Pengampu : Dr. Muklibat.
Oleh :
Muh. Shulthon. Rahmandhani. ( 210611079 ).
Ahmad.
Sholikin. (
210611105 ).
Darianto ( 210611107 ).
JURUSAN
TARBIYAH
PRODI
PGMI / SEMESTER IV.
SEKOLAH TINGGI AGAM ISLAM
NEGERI
STAIN ( PONOROGO )
JL. PRAMUKA NO. 156 TELP. 0352-481277 FAX O352-461893.
PENDAHULUAN.
“
Wahai kaum mukmin, sungguh pada diri Rasulullah telah ada teladan yang baik
bagi kalian yang mengharap rahmat Allah, beriman kepada hari akhirat dan banyak
mengingat Allah. ( QS. Al – Ahzaab ayat 21) .[1]
Melihat Firman Allah
tersebut, dapat kita jadikan acuan dalam segala tindakan, serta perbuatan
itu hendaknya meniru akhlak Rasulullah.Dimana
dalam firman- Nya tersebut Allah mefirmankan telah terdapat suri teladan ( dimana ini dibahasakan dengan uswatun
khasanah ), yang bisa menjadi contoh bagi semua manusia. Termasuk dalam
pelaksanaan pendidikan yang berlandaskan pada akhlak yang mulia.
Helen Keller ( 1880 –
1968 ) dalam ( Membumikan Pendidikan
Nilai ), mengatakan : “ Charactere
cannot be develop in ease and quite only through experience of trial and
suffering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired, and
succes achieved “. Itulah yang di katakan oleh wanita luar biasa ini,
dimana pada usia 19 bulan menjadi buta dan tuli.
Pendidikan karakter ini
akan, membentuk seorang manusia yang mempunyai akhlak mulia, dan ini tidak bisa
terbentuk secara cepat atau instan melainkan ini perlu sebuah pengalaman baik
dalam mengalami kegagalan maupun keberhasilan, seperti yang dikatakan oleh
Helen Keller.
Apabila suatu bangsa,
gagal dalam membentuk akhlatul majid (
akhlak mulia ), maka tak ubahnya bangsa ini seperti bangsa yang penuh dengan
kekejaman dan tindak kriminalitas. Allah berfirman :
“
Jika kami berkehendak menghancurkan suatu negeri, kami jadikan orang – orang
yang suka berbuat, sesat di negeri itu sebagai pemimpin, lalu pemimpin itu
berbuat rusak di –negerinya. Akibat perbuatan rusak pemimpin mereka, turunlah
adzab kepada mereka dan kami hancurkan negeri itu sehancur – hancurnya” ( QS :
Al – Isra’ ayat 16 )[2].
Begitu juga dalam surat
Al- A’raf ayat 4 :
“Betapa
banyak negeri yang telah Kami binasakan, maka Kami turunkan adzab ke negeri –
negeri itu pada waktu malam atau ketika penduduknya sedang tidur. ( QS: 7 : 4 ) [3].
Ibnu Katsier mengatakan
dalam tafsirnya tentang ( QS. 17 : 16
) : “ Allah SWT. Berfirman, jika Dia berkehendak membinasakan sesuatu Negeri
atau sesuatu kaum, maka golongan warga – warganya yang kaya dan hidup mewah
yang diperintahkan menaati Allah dan melaksanakan perintah – perintah- Nya,
berbuat kedurhakaan dan melakukan maksiat- maksiat di dalam negeri itu,
sehingga patutlah mereka mendapat adzab dan siksaan yang sudah menjadi
ketentuan Allah atas hamba – hamba- Nya yang durhaka, dan hancurlah negeri
mereka berporak – poranda[4].
Maka dari sini dapat
kita ambil pentingnya akhlak yang mulia, dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dengan Akhlak yang mulia ini, kita bisa mengharapkan
sebuah limpahan rahmat dari Allah SWT. Untuk mewujudkan bangsa yang “ aman, sentosa,( dalam bhs. Jawa, gempah limpah lan jinawing ).
Katakanlah Indonesia,
saat ini sedang mengalami sebuah dekadensi moral dimana, kita ketahui bersama.
Indonesia saat ini sedang banyak permasalahan baik korupsi, kriminalitas, dll.
Tapi mengapa pemerintah itu mencari berbagai macam metode yang jauh atau metode
yang belum pasti keabsahannya untuk menyelesaikan masalah ini. Padahal yang
paling dekat untuk memperbaiki kondisi bangsa ini adalah mengembalikan akhlak
yang mulia dalam kehidupan sehari – sehari dalam berbangsa dan bernegara.
“ Allah akan mengampuni dosa siapa yang
dikehendaki- Nya. Allah akan menghancurkan siapa yang dikehendaki-Nya, dan
Allah akan menguatkan siapa yang di kehendaki-Nya. Dia lah yang memiliki kitab
induk diLauhil Mahfudz. ( QS . 13 : 39 )[5].
Dari firman
Allah tersebut, dapat kita ambil sebuah isyarat bahwa setiap masa itu akan
terdapat tantangannya masing – masing. Tinggal kita mampu untuk menghadapinya
atau tidak.
“Wahai kaum mukmin, kami pasti menguji kalian
dengan berbagai cobaan yang berupa rasa takut, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa, dan buah- buahan. Wahai Muhammad, berilah kabar gembira kepada orang –
orang yang ikhlas menghadapi ujian (
QS. Al- Baqoroh ayat 155 )[6].
Untuk
mengahadapi kondisi ini, maka akan sangat terasa akan pentingnya fungsi
pendidikan dalam kehidupan manusia. Karena pendidikan akan menjadikan seorang
manusia untuk bisa mengerti akan perannya, serta fungsinya dalam pemenuhan
ekonomi, politik, sosial, selain kebutuhan material dan spiritual, supaya
mausia bisa dikatakan sebagai seorang yang sehat dan normal.
Dalam
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyatakan
bahwa :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehiduapan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik menjadi manusia yang :
1.
Beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Berakhlak
Mulia.
3.
Sehat.
4.
Berilmu.
5.
Cakap.
6.
Kreatif.
7.
Mandiri.
8.
Menjadi
warga yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan sebuah
tujuan akhlak yang mulia diperlukan supaya dibentuk watak yang penuh dengan
kompetensi dalam bidang amar ma’ruf –
nahi mungkar, dan fastabiqul Qoirot.
Allah sebelum naik ke
langit ke tujuh ( Sidratul Muntaha ) atau
meninggalkan langit dunia. Allah mmebrikan wasiat kepada mausia, yang sering
kita kenal dengan sebutan 10 wasiat Allah
dalam firmannya dalam QS. Al – An’aam ayat 151 – 152 :
1.
Dilarang
menyekutukan Allah.
2.
Berbuat
baik kepada Ibu – Bapak.
3.
Diharamkan
membunuh anak – anak kalian, karena takut melarat.
4.
Dilarang
mendekati zina, baik secara terang – terangan maupun sembunyi – sembunyi.
5.
Diharamkan
membunuh jiwa yang Allah telah haramkan membunuhnya, kecuali dengan alasan yang
dibenarkan[7].
6.
Dilarang
kalian mengurus harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik samapai
anak yatim itu dewasa.
7.
Diwajibkan
menyempurnakan timbangan dengan adil.
8.
Jika
berkata. Berkatalah yang jujur.
9.
Kami
tidak akan memaksa manusia berbuat diluar kemampuannya.
10. Kalian diwajibakan menyempurnakan
janji kepada Allah.
Wasiat Allah tersebut
juga terdapat dalam QS. Al – Isra’ ayat 23 – 37 ).
Beradasar dengan hal
tersebut, apanila kita mendidik seorang anak baik sebagai orang tua, maupun tenaga
pendidik, seyogyanya kita mendidik anak tersebut kepada jalan yang baik dan
benar sesuai dengan perintah Al- Qur’an maupun Hadist.
Pendidikan Karakter ini
bisa dilakukan di sekolah, lingkungan keluarga, maupun lingkungan masyarakat.
Akan tetapi penulis lebih setuju, bahwasannya pendidikan awala yang diterima
seorang anak pada awalnya adalah keluarga, kemudian sebagaian besar akana
dipengaruhi lingkunagan sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Oleh sebab itu, makalah
ini akan beruasah untuk mempersembahkan tentang pembahsan pendidikan karakter.
Yang baru – baru ini merupakan agenda utama pemerintah untuk mengoptimalkan
pendidikan di Indonesia. Pada sekitar 15 abad yang lalu dalam Islam sudah
terdapat contoh pendidikan tentang akhlak, budi pekerti, serta moral. Begitu
juga ajarana yang terdapat dalam agama lain, juga sudah ada tentang
pendidikan karakter, budi pekerti, dan
moral.
Dalam makalah ini akan
penulis kemukakan. Apa sebenarnya Pendidikan Karakter? dan selebihnya silahkan
pembaca baca makalah kami tentang pendidikan karakter.
PEMBAHASAN.
A.Konsep
Pendidikan Karakter.
Indonesia
merupakan sebuah bangsa yang besar, baik dilihat dari kondisi geografi maupun
demografinya. Menurut sensus 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 juta
jiwa yang mendiami sekitar 11.000 pulau dari 17.504 pulau diseluruh Nusantara[8].
Dari
fakta diatas dapat kita ketahui kondisi Indonesia. Hal ini dapat menjadi sebuah
kekuatan yang menguntungkan jika berhasil dikelola dengan baik. Tapi juga dapat
menjadi mala petaka bila tidak di kelola dengan sebaik – baiknya.
( Thoby Mutis, 2008 ),
sang pemerhati pembangunan pernah menyatakan dalam catatannya :
1. Indeks
Pembangunan Manusia ( United Nations ) menyatakan
baahwa posisi Indonesia berada pada posisi 108 dari 177 Negara.
2. Indeks
Kualitas Hidup ( The Economist ), menempatkan
Indonesia pada posisi 71 dari 111 negara.
3. Indeks
Kebebasan Ekonomi ( Herritage Foundation
/ The Wall Street Journal ), Indonesia berada pada posisi 110 dari 157
negara.
4. Indeks
Persepsi Korupsi ( Transparancy
Internasional ), Indonesia berada pada posisi 130 dari 163 negara.
Dari
assesment diatas menunjukkan betapa
memprihatinkannya keadaan Indonesia dimata Internasional. Padahal Indonesia
merupakan sebuah negara,dimana Allah memberikan karunia lebih pada negara ini.
Hal ini bisa dilihat dari kondisi tanah, sumberdaya alam, gas, serta penduduk
yang banyak, seperti data diatas. Ironisnya samapai saat kondisi akhir ini
Indonesia masih, belum bisa membuat penduduknya merasakan banyak kemudahan. Kondisi
ini semakin diperparah dengan para pemimpin yang mempunyai akhlak yang kurang
bagus, dimana lebih banyak memnetingkan dirinya sendiri , sehingga melupakan
fungsinya sebagai pelaksana ke-negaraan.
Sebagaimana
firman Allah :
“ Pada hati manusia ditanamkan rasa
cinta kepada kelezatan, berupa cinta kepada perempuan, anak – anak, emas, perak
yang berkuintal – kuintal. Kuda yang dijadikan tunggangan, hewan ternak dan
sawah ladang. Semuanya itu hanyalah kesenangan hidup sementara di dunia.
Padahal tempat tinggal yang terbaik bagi manusia hanya ada disisi Allah” ( QS.
Ali Imron ayat 14 )[9].
Dalam
firman Alalh tersebut, bila dikondisikan dengan keadaan sekarang bahwa manusia
mempunyai kecintaan berlebihan pada perhiasan dunia yaitu berupa perempuan ( Mencitai Istri yang terlalu berlebihan
bagi yang sudah beristri ), mencintai terlalu berlebihan pada anak yang dimiliki, mencintai terlalu
berlebihan pada emas, perak, kuda – kuda yang dijadikan tunggangan ( jika
sekarang adalah kendaraan – kendaraan ), baik udara, laut, maupun darat,
mencintai berlebihan pada sawah dan ladang.
“ Wahai Muhamamad, katakanlah
kepada kaum mukmin : “ Jika bapak – bapak kalian, saudara – saudara kalian,
istri – istri kalian, kerabat – kerabat kalian, harta kekayaan kalian peroleh,
perdagangan yang kalian khawatirkan kehancurannya, dan tempat – tempat tinggal
yang kalian senangi, lebih kalian cintai dari Allah dan Rasul-Nya serta jihad
untuk membela agama- Nya, maka tunggulah turunnya adzab Allah meneimpa kalian”.
Allah tidak memberi hidayah kepada kaum yang lebih mencintai kesenangan hidup
di dunia. ( QS. At – Taubah ayat 24) [10].
Sebagaimana
sabda Rasulullah berkaitan firman Allah diatas :
“Hadis Anas, ia berkata, Nabi Shalallahu
alaihi wa sallam, bersabda, “ Tidaklah beriman salah seorang kalian kalau aku
tidak lebih ia cintai dari pada anak dan ayahnya serta seluruh manusia”(
HR. Bukhari )[11].
Secara
apriori penulis menganggap hal inilah yang sekiranya menyebabkan mengapa,
bangsa Indonesia, banyak mengalami ketertinggalan maupun kerusakan , baik dari
teknologi, pemikiran, prestasi, dan yang paling absolut adalah akhlak atau yang
sering kita sebut dengan dekandesimoral.
Bila
kita menyalahkan pada kondisi, akan luasnya geografi, suku budaya, serta jumlah
penduduk, hal ini bukan merupakan sebuah keputusan yang baik.
Contohnya
kita lihat Negara Cina yang mempunyai jumlah penduduk yang luar biasa,sampai
negaranya sendiri tidak muat untuk menampung penduduknya. Tapi malah berhasil
menjelajahi mata rantai ekonomi dunia beberapa tahun terakhir, ini dikarenakan
mereka menyadari akan pentingnya besar jumlah penduduk, suku, budaya, untuk
meraih atau mewujudkan cita – cita negaranya[12].
Patut
disinyalir yang menyebabkan China, bisa seperti itu dikarenakan mereka sadar
akan akhlak dan pentingnya karakter, apalagi dengan peradaban China yang
terkenal itu.
Pada dasarnya karakter itu menurut Rutland ( 2009
: 1 ) mengatakan bahwa karakter itu adalah berasal dari bahsa latin yang
berarti “di pahat”[13]
Sebuah
kehidupan, seperti sebuaj balok grant yang dengan hati – hati di pahat atau
atau pun di pukul secara sembarangan yang pada akhirnya akan menjadi sebuah
maha karya atau puing – puing yang rusak.
Secara
harfiah karakter artinya, “ kualitas menta atau moral, kekuatan moral, nama
atau reputasi ( Hornby dan Panwell 1972 : 49 ). Sedangkan dalam Kamus lengkap
Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat – sifat kejiwaan , akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter
artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian ( Kamisa 1997 : 281 )[14].
Menurut
Tobroni tentang, definisi dari “The stamp of individually or group
impressed by nature, education or habit. Karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat.
Bangsa yang
berkarakter adalah bangsa yang mempunyai budi pekerti dan akhlak yang baik,
sementara bangsa yang tidak berkarakter adalah bangsa yang tidak mempunyai
Nabi
Muhammad mempunyai empat karakter yang terkenal, yaitu : sidiq, amanah, tabligh, fathonah. Yang bisa kita contoh dalam
kehidupan sehari – hari. Nabi Muhamamad saw, adalah seorang pribadi yang rajin
bekerja, jujur, amanah, lemah lembut, disiplin, tangguh, tanggung jawab, dan
berani. Dan inilah, yang hendaknya kita contoh dalam kehidupan sehari – hari,
sebagimana karakter yang telah beliau contohkan, ... Sungguh pada diri Rasulullah telah ada teladan yang baik bagi kalian
yang mengharap rahmat Allah...( QS. 33 ayat 21 ).
Untuk
karakter bangsa yang kuat adalah bangsa yang maju (beradab) giat
bekerja, cepat bangkit dari keterpurukan, jujur, disiplin, terus terang, tidak
pendendam, selalu melihat ke masa depan, tahu cara memperbaiki diri, setiap
individu warga mecari rezeki yang halal. Jadi sikap dan mental bangsa itu
bersih; cenderung ke arah perbaikan.
Perintah untuk mencari
rezeki yang halal.
“ Wahai kaum mukmin, makanlah sebagian dari karunia Allah yang halal
yang kami berikan kepada kalian. Taatlah kalian kepada Allah, jika kalian benar
– benar tunduk kepada- Nya dan mengesakan- Nya. ( QS. Al- Baqoroh ayat 172 )[15].
Penulis mempunyai pendapat yang sama
tentang pengertian karakter, dengan penegertian yang yang tertulis dalam kamus
lengkap bahasa Indonesia tersebut, bahwa karakter itu tidak bisa dilepaskan
dari tabiat, akhlak, maupun watak. Yang
bisa membedakan antara satu orang dengan orang lainnya.
Dari sini, dapat penulis
mengerti, bahwa pendidikan karakter
adalah sebuah proses yang dilakukan oleh sebuah sistem pendidikan yang telah
disepakati bersama, untuk bisa mewujudkan sebuah generasi muda yang memiliki
watak, tabiat, atau ciri khusus, serta tidak mudah untuk dibawa oleh arus
kondisi zaman. Artinya mempunyai ciri khusus atau ciri tersendiri dalam
akhlaknya.
Menurut Ratna Megawangi ( 2007 ),
ada sembilan pendidikan karakter yang harus ditanmakan kepada murid, dalam
Pendidikan Karakter Berbasis Pembelajaran Kontekstual oleh M. Syukri :
1.
Mulai dari cinta pada Tuhan dan alam semesta beserta
isinya.
2.
Tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian.
3.
Kejujuran.
4.
Hormat, dan santun.
5.
Kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama.
6.
Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang
menyerah.
7.
Keadilan, dan kepemimpinan.
8.
Baik, dan rendah hati.
9.
Toleransi, cinta damai, dan persatuan.
Adapun beberapa fungsi dan tujuan
pendidikan karakter adalah secara transaksional, fungsi pendidikan karakter
bangsa dimaksudkan untuk :
1. Development
: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi yang berperilaku
baik, ini bagi peserta didik.
2. Recovey :
memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam
pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat.
3. Clarification
: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak
sesuai dengan nilai – nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat[16].
Sementara itu untuk, tujuan
pendidikan karakter bangsa, pada konteks intruksional dapat dijabarkan sebagai
berikut :
·
Mengembangkan potensi kalbu / nurani / afektif peserta
didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai – nilai budaya dan
karakter bangsa.
·
Mengembangkan kebiasaan, dan perilaku peserta didik
yang terpuji dan sejalan dengan nilai – nilai universal, dan tradisi budaya
bangsa yang religius.
·
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta
didik sebagai generasi penerus bangsa.
·
Menggambarkan kemampuan peserta didik menjadi manusia
yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan.
·
Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan serta
dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan ( dignity )[17].
Semua aspek diatas tidak bisa
terlepas dari peranan seorang guru sebagai agen pembelajaran. Yang telah diatur
dalam Standar Nasional Pendidikan ( SNP ), pasal 28, dikemukakan bahwa:
“
Pendidikan harus memiliki kualifikasi
akademik dan kompetensi akademik dam kompetensi sebagai agen pembelajaran,
sehat, jasmani , serta memiliki standar kompetensi dan sertifikasi guru, untuk
meweujudkan pendidikan nasional.
Jadi
seorang dalam pendidikan karakter, peranan guru semakin fundamental yaitu guru
sebagai fasilitator, Guru sebagai pemacu, guru sebagai motivator, dan guru
sebagai pemacu inspirasi.
B. Metode
Pendidikan Karakter.
“Wahai orang – orang yang beriman! Masuklah kedalam
Islam secara seluyruhnya. Sungguh musushmu yang yayatskeseruhan, dan jnganlah kamu
diikuti oleh langkah – langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu ( QS.
Al- Baqoroh ayat 208 )[18].
Menurut
tafsir, Muhammad Thalib, dalam Al- Qur’an Tarjamah Tafsiriyah, yang
dimaksudkan, dengan “ masuklah Islam
secara keseluruhan” adalah untuk menegakkan syari’at Islam secara penuh.
Dari
uraian tersebut tentang konsep pendidikan karakter, penulis dapat memberikan
sebuah pendapat untuk membentuk sebuah karakter yang bisa mencetak seorang insan kamil, maka di perlukan sebuah
metode pendidikan karakter untuk membentuk karakter tersebut.
Daniel
Goleman ( 1995 ), mengungkapkan betapa fundamentalnya seorang siswa yang ingin
menuju keberhasilan untuk bisa menguasai emosi ( kecerdasan emosi ), yang menjadi tolok ukur penentu keberhasilan
akademik anak, melebihi intelektual ( Intellectual
Question = IQ ), yang selama ini dianggap sebagai penentu keberhasilan
siswa. Daniel Goleman menyatakan, bahwa 80 persen ditentukan oleh kecerdasan
emosinya ( Emosional Question = EQ ),dan
selebihnya ekitar 20 persen saja ditentukan oleh IQ, tandasnya.
Penulis juga
mengatakan ketiga aspek tersebut (
Intelectual Question, Emotional Question, dan Spiritual Question ), tidak
bisa untuk di pisah- pisahkan satu sama lainnya. Ini berdasarkan pada
firman-Nya :
“ Penciptaan langit dan bumi, peredaran malam
dan siang, sungguh merupakan bukti – bukti kebenaran adanya Allah bagi ulul
albaab, orang yang mau memikirkan kehidupan akhirat” ( QS. Ali – Imron ayat 190
[19]).
Dari ayat di
atas telah jelas kita ketahui bahwa Allah, menyuruh kita untuk memikirakan ( bagian dari Intelectual Question )
segala macam yang ada di alam semesta, baik penciptaan langit, bumi, peredaran
malam dan siang.
Dan
perhatikan tantangan Allah kepada manusia dan Jin :
“ ....Kamu tidak akan mempu menembusnya kecuali dengan
kekuatan ( dari Allah )” ( QS. AR- Rahman ayat 33) [20].
Ini
mengidikasikan bahwa Allah memberikan tantangan pada manusia untuk mempu
mengelola bumi dengan pengetahuan, kalau kita interpetasikan kata illaa bi sulthaan ( in ). Dengan
kemajuan IPTEK saat ini.
....Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri..... ( QS. Ar- Ra’d ayat 11 )[21].
Firman Allah, tersebut mengisyaratkan manusia untuk berusaha, di mana kemauan
untuk berusaha adalah salah satu cabang dari Emotional Question.
Untuk Spiritual Question, kita tidak bisa melepaskan segala sesuatu dari
Allah SWT.
“
Wahai orang – orang yang beriman ! Jika kamu menolong ( agama ) Allah, niscaya
Dia akan menolongmu dan menguhkan kedudukannmu ( QS.Muhammad ayat 7 )[22].
Allah mengisyaratkan kepada manusia
untuk menegakkan agama Islam di dalam kehidupan sehari – hari. Niscaya Allah
akan menolong orang yang telah menolong agama Islam untuk Allah. Dan menyuruh
manusia untukl berdo’a hanya pada – Nya, niscaya Allah akan kabulkan.
“ Apakah
kaum Quraisy tidak tahu bahwa yang menetapkan banyak atau sedikitnya rezeki
setiap manusia adalah Allah ? Sungguh penetapan banyak atau sedikitnya rezeki
setiap manusia itu manjadi bukti kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman ( QS.
Az- Zumar ayat 52 )[23].
Adapun metode Pendidikan Karakter, menurut Nuraida dalam makalahnya, “ Metode
Pendidikan Karakter” , yang sebaiknya dilakukan oleh seorang guru adalah :
1.
Metode Keteladanan.
Metode ini mengatakan mengajar dengan cara memberikan
contoh yang baik kepada murid, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
Sebagaimana yang di firmankan Allah dalam surat Al-
Ahzab ayat 21 : “ ..., sungguh pada diri
Rasulullah telah teladan yang baik bagi kalian yang mengharap rahmat Allah....
( QS. 33 : 21 ).
Dalam Hadist Rasulullah bersabda :
“......Demi
Allah, jika Fathimah binti Muhammad mencuri, tentu Muhammad sendiri yang akan
memotong tangannya” ( HR. Bukhari )[24].
Dari
potongan hadist tersebut dapat kita ambil sebuah pelajaran bahwa Rasulullah
mengajarkan tentang pentingnya sebuah peraturan dan meminta para sahabat untuk
bisa menghargai sebuah peraturan.
2. Penanaman
atau Penegakkan Kedisiplinan.
Disiplin pada hakikatnya adalah
suatu tata aturan yang sungguh – sungguh, dan didukung oleh kesadaran untuk
melaksanakan tugas , kewajiban serta berperilaku sebagaimana mestinya menurut
aturan – aturan atau kelakuan yang seharusnya berlaku dalam suatu lingkungan
tertentu.
Dengan diajarkannya kedisiplinan
ini, maka besar harapan, supaya pendidikan karakter yang sedang diterapkan ini
akan menghasilkan genersi penerus yang mempunyai integritas tinggi, dalam
kehidupan sehari – hari. Sebab kurangnya disiplin ini, akan mengakibatkan suatu
hal yang fatal, semisalnya dalam suatu acara yang seharusnya mulai jam 08. 00
wib, bisa molor sampai jam 09.00, hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran
seseorang akan kedisiplinan waktu. Sehingga ini akan melemahkan semangat, motivasi, bahkan sangsi dalam
aktivitas yang dilakukan oleh si pelaku. Maka tak heran sekarang sering
muncul istilah – istilah jam karet atau rubber
time. Untuk membiasakan ini biasanya, sekolah akan menuliskan sebuah
tulisan di depan pagar sekolah “ On Time
is My Habbit “.
3. Metode
Pembiasaan.
Dorothy Low Nolte mengatakan bahwa
anak akan tumbuh sebagaimana lingkungan yang mengajarinya dan lingkungan
tersebut juga merupakan sesuatu yang menjadi kebiasaan yang dihadapinya setiap
hari[25].
Rasullulah juga telah mencontohkan
tentang pembiasaan, ketika makan, dalam hadistnya Rasulullah bersabda :
“ .... Wahai anak kecil, sebutlah
nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang ada di
dekatmu..... ( HR. Bukhari. No. 5376 )[26].
Supaya seorang anak, nanti kelak
bisa menjadi seperti yang diharapkan oleh kedua orang tuanya, hikmat penulis
agar dalam memberikan pembelajaran pembiasaan yang baik, dilakukan sejak dini.
Karena anak suka untuk meniru apa yang ada di sekitarnya. Orang dulu
mengatakan. “ Anak pisang tak tumbuh jauh
dari pohon induknya”.
4. Menciptakan
suasan yang kondusif.
Pendidikan karakter adalah sebuah
pendidikan yang terjadi secara kompleks, dan saling mempengaruhi antara
pendidikan yang terjadi di sekolah maupun pendidikan yang terjadi di
lingkungan.
Maka, hal ini dibutuhkan sebuah
kerja sama yang optimal untuk dapat mencipatkan sebuah suasana lingkungan
pendidikan anak yang kondusif. Misalnya di sekolah, seorang anak ditumbuhkan
sebuah kegiatan yang gemar membaca, maka ini akan mengakibatkan sebuah suasana
kondusif di mana anak – anak akan gemar sekali membaca. Di tambah hal ini juga
dilakukan secara telaten oleh orang tua, serta orang di sekitar anak tersebut,
jika berada di lingkungan rumah.
5. Integrasi
dan Internalisasi.
Pendidikan karakter ini
mengharapkan sebuah tujuan untuk menumbuhkan nilai – nilai pada diri setiap
anak, yang meliputi : Untuk menghargai, menghormati, jujur, disiplin. Kemudian
nilai – nilai tersebut diintegarsikan dan internalisasikan ke dalam seluruh
kegiatan sekolah maupun kegiatan lainnya. Alasan mengapa pendidikan karakter
itu harus terintegrasi ? sebab pendidikan karakter tidak bisa terpisah dari
aspek – aspek lainnya termasuk dalam seluruh mata pelajaran.
C.
Pendekatan Pendidikan Karakter.
M.
Syukri dalam makalahnya yang berjudul “Pendekatan
Berbasis Karakter melalui Pembelajaran Kontekstual”, mengatakan bahwa
pendekatan yang dipilih dalam pendidikan karakter adalah pendekatan Contextual Teaching and Learning ( CTL
), yang mempunyai sebuah konsep belajar membantu guru mengaitkan materi ajar
dengan situasi di dunia nyata siswa dan mendorong siswa memuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari – hari
sebagai anggota masyarakat, bangsa, dan negara.
Ada
beberapa alasan yang dikemukakan oleh M. Syukri, dalam makalahnya tentang
dipilihnya pendekatan kontekstual dalam pendidikan karakter :
1) Sampai
saat ini pendidikan kita masih berfokus dengan pengetahuan – pengetahuan yang
harus dihafal, dan kelas masih menempatkan guru sebagai satu – satunya sumber
belajar yang ada, sehingga ini mengakibatkan metode ceramah sebagai pilihan
nomor satu. Dengan dipilihnya pendekatan kontekstual ini, diharapkan agar para
siswa bisa mengkonstruksikan pengetahuan yang dibentuk sendiri.
2) Melalui
landasan filosofi kontruktivisme, CTL ( Contextual
Teaching and Learning),siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan
menghafal.
3) Knowledge
is contextual and falliable. Since knowledge is constuction of humans and
humans constanly undergoing new experience, knowledge can never are always
tantative and incomplete knowledge grows through exposure. Understand becomes
deeper and stronger if want test it against new counters ( Zahorik : 1995 ).
Hikmat
penulis, mengatakan bahwa pengetahuan bukanlah sebuah ide – ide , konsep maupun
fakta yang hanya bisa dihafal, dikerjakan saat tes, dan untuk mencari nilai,
Akan tetapi pengetahuan adalah sesuatu yang bisa diterapkan atau dirasakan
kebergunaaannya oleh sang pemilik pengetahuan, dan harus dikonstruksi sendiri
oleh sang pemilik pengetahuan itu untuk dikonversikan dalam kehidupan nyata.
Marzuki
dan Darmiyati Zuchdi mengatatakan dalam makalahnya, yang berjudul “ Pendidikan Komprehensif di Universitas
Negeri Yogyakarta”. Bahwa yang menjadi model pendekatan utama pengembangan
pendidikan karakter di UNY ( Universitas
Negeri Yogyakarta ) adalah :
1) Pendekatan
Komprehensif.
Istilah komprehensif
yang digunakan dlam pendidikan karakter mencakup beberapa aspek. Pertama, isinya harus
komprehensif yang meliputi semua permasalahan yang berkaitan dengan pilihan
nilai – nilai yang bersifat pribadi sampai pertanyaan – pertanyaan mengenai
etika secara umum. Kedua, metodenya harus komprehensif.
Termasuk didalamnya inkulkasi ( penanaman ) nilai, pemberian teladan. Penyiapan
generasi muda agar dapat mandiri dengan mengajarkan dan memfasilitasi pembuatan
keputusan moral secara bertanggung jawab, dan berbagai ketrampilan hidup ( Soft skills ). Ketiga,
pendidikan karakter hendaknya terjadi dalam keseluruhan proses pendidikan di
kelas, dlam kegiatan ekstrakulikuler, dlam proses bimbingan dan penyuluhan,
dalam upacara – upacara pemberian penghargaan, dan semua aspek kehidupan. Yang terakhir, pendidikan
karakter hendaknya terjadi melalui kehidupan masyarakat, orang tua, ulama,
penegak hukum, polisi, dan organisasi kemasyarakatan, semuanya perlu
berpartisispasi dalam pendidikan karakter. Konstitusi semua pihak dalam
melaksanakan pendidikan karakter mempengaruhi karakter generasi muda
(Kirschenbaum, 1995 : 910 ).
Pendekatan
komprehensif, meliputi dua metode tardisional yaitu inkulkasi (penanaman ) nilai dan pemberian teladan
serta dua metode konntemporer, yaitu fasilitasi dan pengembangan ketrampilan
hidup ( soft skills ).
2) Pembelajaran
Terintegrasi.
Pembelajaran ini dapat
memberikan pengalaman yang bermnakna kepada peserta didik, karena mereka
memahami konsep – konsep, ketrampilan – ketrampilan dan nilai – nilai yang
mereka pelajari dengan menghubungkannya dengan konsep dan ketrampilan yang
mereka sudah pahami.
3) Pengembangan
Kultur Universitas.
Guna menciptakan kultur
yang bermoral perlu diciptakan lingkungan sosial yang dapat mendorong subjek
didik memiliki moralitas yang baik / karakter yang terpuji. Sebagai contoh,
apabila suatu Perguruan Tinggi memiliki iklim demokratis. Sebaliknya apabila
suatu Perguruan Tinggi yang mempraktikkan tindakan – tindakan otoriter, sulit
bagi mahasiswa untuk dididik menjadi pribadi yang demokratis.
Hikmat
penulis pendekatan yang sesuai dengan pendidikan karakter adalah pendekatan CTL
( Contextual Teaching and Learning ),
karena di sana itu memberikan sebuah kesempatan bagi siswa untuk merekonstruksi
pengalaman serta penegetahuan yang dimiliki para siswa. Dan secara rinci
Pendekatan tersebut itu diterangkan oleh Marzuki dan Darmiyati Zuchdi, dalam
makalahnya.
D.Kurikulum
Pendidikan Karakter.
Dalam aktifitas
belajar mengajar, kedudukan kurikulum sangat krusial dengan kurikulum anak
didik akan memperoleh manfaat ( benefits
)[27].
Pada tanggal 11
Mei 2010, Presiden Republik Indonesia pada acara puncak Hari Pendidikan
Nasional, berpidato bahwa kebijakan nasional pendidikan karakter adalah bagian
yang tidak bisa dipisahkan dari kebijakan nasioanl pembangunan karakter bangsa.
Kebijakan Nasional tentang pendidikan karakter in i dilaksanakan dalam usaha
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, untuk membangun generasi bangsa yang
beriman dab bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, kreatif, akhlatul
karimah, berilmu, cakap, mandari, dan bisa mewujudkan impian negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Pada
fase pertama, pendidikan karakter ini lebih dikonsentrasikan pada pembinaan,
pengembangan dan pembentukkan pada integritas yang harus dimiliki oleh seorang
manusia yang berupa : jujur, peduli, cerdas, tanggap, dan tangguh. Sedangkan
pada fase berikutnya, bisa kita kembangkan menjadi beberapa nilai, diantaranya
disiplin, kreatif, bertanggung jawab serta suka menolong.
Pendidikan
karakter meliputi dan berlangsung pada :
·
Pendidikan formal.
Pendidikan karakter pada pendidikan
formal berlangsung lembaga pendidikan TK/RA. SD / MI, SMP / MTS, SMA / MA, SMK/
MAK dan Perguruan Tinggi melalaui pemeblajaran kegiatan kurikuler dan
ekstrakulikuler, penciptaan budaya, satuan pendidikan dan pembiasaan. Sasaran
pada pendidikan
·
Pendidikan Informal
Pendidikan ini dialami seorang
siswaa pada lingkunag sekitarnya, baik yang dillakukan oleh orang tua, orang
dewasa
·
Pendidikan ini Nonformal.
Pendidikan ini dialami oleh peserta
didik, diluar pendidikan formal atau biasanya (terjadi pada lembaga kursus ),
pendidikankatut, ekatrakulikuler, koekstrakulikuler, dan untuk tenaga pendidik
yang sasarnnya utamanya adlah tenaga pendidik dan sarana peserts didik.
E.
Evaluasi Pendidikan Karakter.
Jacques Barzun dalam pendidikan liberal ( dalam Stevan
M. Chan ) pernah megtakan bahwa : “
Tentang apa yang berguna bagi murid – murid yang luar biasa cerdasnya adalah
sebuah alat peraga, buku – buku bersampul tipis dan damarwisata, film – film
dokumenter, kulaih – kuliah secara khusus, serta kesempatan – kesempatan untuk
bekerja secara bebas jika ia tidak memiliki kategori – kategori mengenai
pemikiran dan kebiasaan tentang studi yang akan memungkinkan pengaruh –
pengaruh ( kesan – kesan ) nya, untukmelekat satu sama lainnya.
Dari pernyataan
Jazcques Barzun, dapat diambil sebuah penegertian, bahwa hasil pendididkan
seorang siswa itu, hendaknya tidak hanya di tentukan oleh nilai, yang dapat
dalam saat menghadapi ujian, yang hakikatnya itu tidak menunjukkan kemampuan
murid – muridyang sesungguhnya
Melainkan itu adalah
sebuah keadaan terpaksa yang harus dialami oleh seorang siswa , dimana nilai
itu merupakan sebuah pelengkap yang sifatnya tidak teliti, serta nilai hanya
akan membuat sebuah trauma serta bisa menghilangkan sifat kemanusiaan yang
dimiliki oleh seorang siswa. Maka ini diharapkan supaya dalam pendidikan
karakter ini ada sebuah terobosan bagaimana menyisiati sebuah nilai atau ujian,
serta tidak hanya menjadi simbol saja. Jangan hanya dasar Pendidikan Karakter ,
tapi tidak ada buktinya. Dalam kehidupan sehari – hari siswa.
Gilbert Highest : “ Kadang – kadang sedih melihat seseorang
murid yang secara potensial brillian bermalas – malasan dengan pekerjaan (
tugasnya ), cemberut, dan bandel, menghabiskan waktu dan pikirannya untuk hal –
hal ( barang – barang ) sepele, sebabia tidak memiliki saingan nyata di
kelasnya, dan ia membesarkan hati meliahat berapa cepat ketika seorang saingan
diterima dari seksi lainnya atau datang dari sekolah lainnya, anak lelakai yang
pertama akan menemukan kegembiaraaan ( pengetahuan ) dan tujuan nyata dalam
kehidupan[28].
Adapun sumber nilai
dari pendidikan karakter dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
·
Agama : Masyarakat Indonesia adlah
masyarakat beragama, oleh karena itu kehidupan individu, masyrakat, dan bangsa
selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaanya.
·
Pancasila : Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Di tegakkan atas prinsip – prinsip kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan yang disebut panacasila.
·
Budaya : Sebagai suatu kebenaran bahwa
tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak di dasarkan oleh nilai –
nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut.
·
Tujuan Pendidikan Nasional, sebagai
rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap waga negara Indonesia, dikembangkan
oleh berbagai jenjang dan jalur tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan
nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara
Indonesia.
Hikmat penulis
sebaiknya tentang konsep pendidikan karakter yang akan digalakkan ini, mendapat
perhatian penuh, karena penulis akan sanagat menyayangkan apabila pendidikan
karakter ini hanya akan berlalu begitu saja seperti konsep pendiidkan yang
sebelunya. Jadi ini perlu mendaprakan perhatian penuh.
KESIMPULAN.
Pendidikan kartakter
merupakan sebuah pendidikan yang harus dioptimalkan. Menirut penulis pendidikan
kartakter ini bila telah mampu dioptimalkan, InsyaAllah akan terwujudlah apa
yang diimpikan oleh bangsa Indonesia selama ini. Karena menurut penulis konsep
tentang pendidikan yang telah berlalu dan belum membuahkan hasil apa – apa.
Dikarenakan terlalu terfokusnya pendidikan pada nilai dan tes, sehingga para
murid itu sekolah bukan untuk mencari ilmu, dan mungkin dibelokkan keniat
lainnya, dan para murid pun seperti hilang kemanusiaannya.
Contohnya, bila kiat
mendapatkan niali D dalam mata kuliah X, bukan berarati meneyebutkan, kita itu
adalah seorang yang berkepribadian D, atau berkarakter moral D, hanya saja
karena kita dalam mata kuliah X, pada saat itu pas berada di level prestasi D.
Melihat kenyataan
tersebut penulis mengharapkan apabila pendidikan karakter ini tidak berjalan
dengan sebagaimana semestinya seperti kemarin – kemarinnya. Penulis mempunyai
ide untuk membuat sebuah konsep pendidikan liberal, akan tapi kita sesauiakan
dengan Indonesia menjadi Pendiidkan
Liberal dalam manhaj agama berdasarkan keTuhanaan Yang Maha Esa.
Serta penulis rasakan,
sudah tidak efektifnya sebuah penialaian dengan ujian. Ini akan menghalangi
kebebasan murid dan mahasiswa, ujian mengecilkan hati mereka dalam mengikuti
topik – topik terbaru, dalam berburu niali bagus tak jarang seorang manusia
akan kehilangan jiwai agama kemanusiaan.
Selain itu untuk
mewujudkan Pendidikan karakter kita harus bisa menghindari sikap fanatisme. Abu
Hatsin dalam Islam dan Humanisme mengatakan bahwa, semangat kebertagamaan yang
tiggi tanpa disertai pemahaman yang mendalam akan dimensi estoris dari agama
yang dapat mengarahkan manusia pada sikap fanatik ( Fanatical attitude ), sikap keberagamaan yang sempit ( Narrow Religiouslty) dan fundamentalisme.
Sedangkan kalau untuk
akidah atau Tauhid, tidak terpengaruh, dalam QS. Al- Kafirun ayat 6 .
“
Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”. ( QS. Al- Kafirun ayat 6 ).
DAFTAR PUSTAKA.
Al-Ustadz
Muhammad Thalib. Al-Qur’an dan Tarjamaah
Tafsiriyah. Yogyakarta : Ma’had An- Nabamy. Februari 2012.
Elmubarok,
Zaim. Membumikan Pendidikan Nilai :
Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang
Tercerai. Bandung : Alfabeta. 2009.
Bahersy,
Salim dan Said Baheresy. Terjemah Singkat
Tafsir Ibnu Katsier 5. Surabaya :
Bina Ilmu Offset . 2012.
Nashhir
As – Sa’di bin Abdurrahman ( Telah di terjemaahkan ). Syarah Umdatul Ahkam. Jakarta Timur : Darus Sunah Press. Cetakan
pertama. April 2012.
Hayat,
Bahrul. Mengelola Kemajemukan Umat
Beragama. Jakarta Selatan : Saadah Cipta Mandiri. Cetakan pertama. April
2012.
Nuraida.
Metode Pendidikan Karakter. 5 Juni
2010.
Abdul
Baqi, Muhammad Fu’ad ( telah diterjemahkan ). Shahih Al- Lu’ u’ wal Marjan. Jakarta Timur : Akbar Media. Cetakan
pertama. Sya’ban 1432 / Juli 2011.
Hidayatullah,
M. Furqon. Pendidikan Karakter :
Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta : Yuma Pustaka. Cetakan pertama.
November 2010.
Tobroni.
Makalah :Pendidikan Karakter dalam
Prespektif Islam. Di unduh dari http://tobroni.staff.umm.ac.id.
Syukri,
M. Makalah : Pendidikan Berbasis Karakter
melalui Pembelajaran Kontekstual.
Lasamawan,
Wayan. Makalah : Pengembangan Materi dan
Model Pendiidkan Karakter Berbasis Budaya dalam
Konteks Instruksional.
Depatemen
Agama Republik Indonesia, Al – Qur’an dan Terjemaahnya.
al-
Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail ( Telah di terjemaahkan ). Ensiklopedia Hadist 2 : Shahih al- Bukhari
2. Jakarta Timur : Almahira. Certakan. Febuari 2012.
Marzuki.
Darmiyati Zuchdi. Pendidikan Karakter
dengan Pendekatan Komprehensif di Universitas Negeri Yogyakarta.
Ibi,
Abdullah. Pengembangan Kurikulum : Teori
dan Praktik. Yogyakarta : AR- RUZZ Media. Cetakan pertama. 2006.
Chan,
Stevan. M. Pendidikan Liberal Berbasis
Sekolah. Yogyakarta : Kreasi Wacana. Cetakan Pertama. Agustus 2012.
[1] Muhammmad Thalib, Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah, Yogyakarta : Ma’had An – Nabawy,
Febuari 2012, hlm. 524.
[2] ....Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah...., hlm.
338.
[3] ...Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah...., hlm
177.
[4]
Salim Baharesy dan Said Baharesy, Terjemah
Singkat Tafsir Ibnu Katsier 5, Surabaya : PT. Bina Ilmu Offset,2012, hlm. 27.
5....Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah..., hlm 299.
6. .... Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah...,
hlm. 29.
[7] Syaikh Abdurrahman bin NashirAs - Sa’di, dalam kitabnya Syarah Umdatul Ahkam, yang di maksudkan diatas adalah orang yang
terkena hudud ( hukum Had )yang mmepunyai pengrtian hukuman – hukuman yang
telah ditentukan secara syari’at terhadap kemaksiatan, agar mencegah seseorang
untuk melkukan hal yang sama.... ( Lihat Syaikh Abdurrahman bin Nashir As –
Sa’di ).
[8] Bahrul
Hayat, Mengelola Kemajemukan Umat
Beragama, Jakarta Selatan : PT. Saadah Cipta Mandiri. Cetakan pertama,
April 2012. hlm. 1.
[9] ... Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah...., hlm. 60.
[10] ... Al-
Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah..., hlm. 223.
[11]
Muhammad Fuad Abdul Baqi ( telah diterjemahkan ), Shahih Al- Lu’lu’ wal Marjan, Jakarta Timur : Akbar Media, Sya’ban 1432 H / Juli 2011 M, hal 21 .
[12] Dari sejumlah negara industri – industri
terbesar di dunia, China dalam jangka waktu kurang dari tiga dekademampu tampil
bukan hanya sebagai kekuatan ekonomi dan industri Asia tetapi juga dunia.
Keberhasilannya salah satunya ditopang oleh penyatuan potensi di dalam negeri
untuk menghadapi tantangan globalisasi. William Ratliff, “ Fast – Moving China
and Development”, dalam George Zhibin Gu, China
and the new World Order : How Enterpreneuristy, Globalization and Borderless
Bussines are Reshaping China and the World ( California, 2006, Fultus Corp
) hal. 10, dalam Bahrul Hayat, Mengelola
Kemajemukan Umat Beragama, hal. 3.
[13] M.
Furqon.. Hidayatullah, Pendidikan
Karakter : Membangun Peradaban Bangsa, Surakarta : Yuma Pustaka, hal. 12.
14 ... Pendidikan Karakter.....
15 .... Al-
Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah...., hal. 31.
[16] Wayan
Lasamawan, Makalah : Pengembangan Materi
dan Model Pendiidkan Karakter Berbasis Budaya dalam Konteks Instruksional
[17] ... Makalah ; Pengembangan Materi dan ....
[18]
Depatemen Agama Republik Indonesia, Al – Qur’an dan Terjemaahnya.hal. 40.
[19] ... Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah...,hal.89.
[20] ... Al- Qur’an dan Terjemaahan..., hal.
775.
[21] ... Al- Qur’an dan Terjemaahan..., hal. 338.
[22] ... Al- Qur’an dan Terjemaahan ..., hal 732.
[23] ...Al- Qur’an Tarjamaah Tafsiriyah...,hal 588.
[24] Abu
Abdullah Muhammad bin Ismail al – Bukhari / Imam Bukhari ( telah di
terjemaahkan ), Ensiklopedia Hadist 2 : Shahih Al- Bukhari 2, Jakarta Timur :
Almahira, cetakan 1, febuari 2012, hlm. 699, hadist ke 6788.
[25] ... Pendidikan Karakter..., hal. 50.
[26] ... Ensiklopedia Hadist Shahih Al- Bukhari 2...,
hal. 403.
[27]
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum :
Teori dan Praktik, Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA, cetakan 1, Januari 2007,
hlm. 205.
[28] Stevan
M. Chan, Pendidikan Libera lBerbasis
Sekolah, Yogyakarta : Kreasi Wacana, catakan pertama, Agustus 2002, hlm.
89.